Sabtu, 29 Oktober 2011

Mengapa UU SJSN Dan RUU BPJS Harus Ditolak ?

Pemerintah dan DPR kini tengah menggodok UU Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). UU tersebut akan menjadi payung hukum pelaksana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sebelumnya telah ditetapkan dalam UU SJSN No. 40 tahun 2004. Tidak ada perbedaan antara pemerintah dengan DPR kecuali perkara-perkara teknis mengenai bentuk dan wewenang badan pengelola tersebut.
Padahal, jika ditelusuri UU SJSN dan RUU BPJS tersebut sebenarnya mengandung banyak masalah khususnya ditinjau dari perspektif Islam. Hal tersebut antara lain:
1.      UU ini akan semakin membebani hidup rakyat khususnya kelompok menengah ke bawah. UU SJSN telah mewajibkan seluruh rakyat untuk terlibat dalam kepesertaan asuransi ini dengan membayar iuaran/premi secara reguler kepada BPJS. Khusus bagi yang miskin maka iuran tersebut ditanggung oleh negara. Pada Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Selanjutnya Pasal 17 (4): Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Dengan demikian, karena bersifat wajib maka BPJS memiliki otoritas untuk memaksa orang-orang yang dianggap mampu untuk membayar iuran/premi asuransi termasuk di dalamnya paksaan kepada pemilik perusahaan untuk menarik premi kepada karyawannya melalui pemotongan gaji. Padahal setiap harinya rakyat telah menanggung derita akibat berbagai pungutan baik pajak maupun non pajak yang dibebankan kepada mereka. Belum lagi batas orang yang dikategorikan miskin di negara ini sangat rendah yakni mereka yang pengeluarannya di bawah Rp 233.000 per bulan. Dengan demikian rakyat baik petani, nelayan, buruh , karyawan atau siapa saja yang pengeluarannya lebih dari itu, tidak masuk dalam kategori miskin versi pemerintah dan oleh karenanya wajib membayar premi asuransi.
2.      UU ini telah mengalihkan tanggungjawab negara dalam pelayanan publik kepada rakyatnya. Dalam penjelasan UU SJSN disebutkan bawah maksud dari prinsip gotong royong dalam UU tersebut adalah peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Dengan demikian, UU ini telah mengalihkan tanggung jawab pelananan publik oleh negara kepada rakyatnya khususnya dalam penyediaan kesehatan. Ini merupakan watak negara kapitalisme yang mengkomersilkan berbagai pelayanan publik. Selain itu, falsafah asuransi ini bersifat diskriminatif sebab yang ditanggung oleh negara–yang dananya berasal dari orang-orang yang dianggap mampu–hanyalah orang miskin saja. Padahal pelayanan publik merupakan tugas pemerintah yang tidak boleh dialihkan kepada pihak lain. Lebih dari itu, pelayanan tersebut harus bersifat menyeluruh dan tidak bersifat diskriminatif. Rasulullah saw bersabda: “Imam adalah pelayanan yang bertanggungjawab atas rakyatnya.” (H.R. Muslim)
3.      Pengelolaan dan pengembangan dana SJSN pada kegiatan investasi yang batil dan berpotensi merugikan rakyat. Dana asuransi yang terkumpul pada BPJS dapat dikelola secara independen oleh BPJS. Dalam RUU BPJS pasal 8 disebutkan bahwa BPJS berwenang untuk (b) “menempatkan  dana  jaminan  sosial  untuk  investasi  jangka  pendek  dan  jangka  panjang dengan  mempertimbangkan  aspek  likuiditas,  solvabilitas,  kehati-hatian,  keamanan  dana, dan hasil yang memadai.”Dengan demikian dana tersebut sebagaimana halnya dana asuransi lainnya dapat diinvestasikan pada berbagai portfolio investasi seperti saham, obligasi, deposito perbankan, dan sebagainya. Padahal investasi sendiri bersifat tidak pasti, bisa untung atau rugi. Jika terjadi kerugian maka bebannya akan kembali kepada rakyat. Dalam berbagai krisis finansial di negara-negara barat, tidak terhitung lembaga-lembaga asuransi yang mengalami kerugian besar akibat berinvestasi pada aset-aset finansial yang bersifat spekulatif. Akibatnya dana nasabah berkurang bahkan lenyap. Sebagian dari mereka terpaksa mendapatkan bail-out dari pemerintah yang nota bene berasal dari penarikan pajak dan penambahan utang. Inilah yang menimpa AS dan negara-negara Eropa. Utang mereka membengkak untuk menutupi defisit APBN sangat besar akibat besarnya bail-out yang mereka lakukan terhadap perusahaan-perusahaan finansial termasuk diantaranya perusahaan asuransi.
4. Pembuatan UU SJSN dan RUU BPJS merupakan pesanan asing sejak tahun 2002. Hal ini tertuang dalam dokumen Asia Development Bank (ADB) tahun 2006 yang bertajuk “Financial Governance and Social Security Reform Program (FGSSR). Dalam dokumen tersebut antara lain disebutkan: “ADB Technical Assistance was provided to help develop the SJSN in line with key policies and priorities established by the drafting team and other agencies.” (Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga lain).  Nilai bantuan program FGSSR ini sendiri sebesar US$ 250 juta atau Rp 2,25 triliun (kurs 9.000/US$). Dengan adanya SJSN ini maka dana yang dihimpun oleh BPJS tentunya jumlahnya akan sangat besar. Dana-dana itu pastinya akan ditanamkan di sektor finansial (perbankan dan pasar modal) sehingga akan memperbesar nilai kapitalisasi sektor tersebut. Dalam kondisi tertentu, dana tersebut dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mem-bail-out sektor finansial jika mengalami krisis. Ujung-ujungnya yang menikmati hal tersebut adalah para pemilik modal, investor dan negara-negara yang pembiayaan anggarannya bergantung pada sektor finansial.
5.      SJSN berlandaskan konsep asuransi yang bertentangan dengan Islam. Dalam pandangan Islam aqad asuransi adalah batil karena bertentangan dengan konsep pertanggungan (dhaman) dalam Islam.  Syarat-syarat pertangungan (adh-dhamân) sendiri adalah:
a.      Sesuatu yang ditanggung oleh seseorang atau perusahaan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh yang ditanggung misalnya penanggungan pembayaran utang seseorang yang meninggal dunia. Dalam hal ini utang merupakan sesuatu yang wajib ditunaikan. Sementara dalam tanggungan asuransi adalah sesuatu yang tidak wajib seperti asuransi kematian dan kecelakaan. Disamping itu, beberapa objek tanggungan tersebut merupakan sesuatu yang tidak pasti (gharar) sementara peserta asuransi harus terus membayar premi;
b.      Pihak penanggung tidak mengambil kompensasi baik disebut keuntungan atau premi terhadap pihak yang ditanggung. Dalam asuransi secara reguler perusahaan asuransi mengenakan premi kepada peserta asuransi;
c.       Akad syirkah asuransi harus merupakan akad yang syar’i dengan memenuhi syarat-syarat syirkah di dalam Islam. Yaitu adanya harta dan badan, bukan syirkah harta saja. Nmun demikian dalam asuransi yang adalah syirkah harta. Semuanya hanya menyetor harta. Hingga dewan direksi yang mengelola urusan syirkah adalah representasi dari harta mereka bukan repesentasi bagi badan mereka. Jadi tidak ada seorang pun dari mereka yang berserikat dengan badannya, akan tetapi hanya dengan hartanya. Dengan demikian asuransi itu dilihat dari sisi syirkah adalah sama seperti syirkah musahamah, yaitu syirkah harta. Dalam konsep SJSN, pimpinan BPJS memang tidak dipilih berdasarkan modal, namun ditetapkan oleh Presiden berdasarkan hasil pilihan DPR. Tapi yang pasti tidak ada aqad syirkah yang berlangsung antara mereka dengan peserta.
d.     Tidak boleh ada investasi harta dengan jalan yang tidak syar’i, melalui perusahaan lain, apapun nama dan sebutannya baik disebut investasi ataupun reasuransi. Namun dalam asuransi saat ini, perusahaan asuransi menginvestasikan  dana peserta asuransi pada perbankan ribawi, saham, obligasi yang kesemuanya merupakan transaksi yang batil dalam pandangan syara’.
Dengan demikian, jelaslah bahwa UU SJSN dan RUU BPJS termasuk turunannya merupakan UU yang batil dan bertentangan dengan syariat Islam. Lebih dari itu, UU yang disokong oleh asing ini berupaya untuk menutupi kelemahan pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk melayani urusan rakyat dengan melemparkannya kepada rakyat mereka sendiri.
Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi rakyat negeri ini untuk tidak kembali kepada syariat Allah swt di bawah daulah khilafah Islamiyyah. Allah SWT berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ ﴿١٦﴾
“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)

Mahasiswa Kedokteran: SJSN Itu Jaminan Sosial, Bukan Asuransi Komersial

       Pada tanggal 21-23 oktober 2011, bertempat di kota Bandung, Jawa Barat, sekitar 80 delegasi mahasiswa dari 18 Fakultas Kedokteran di Indonesia mengadakan pertemuan yang dinamakan “Forum Mahasiswa Berbicara Kajian Strategis Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia” (FMB Kastrat ISMKI).
           Forum ini diselenggarakan untuk mendiskusikan beberapa hal terkait Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dengan beberapa stakeholder. Stakeholder tersebut diantaranya adalah Ridwan Monoarfa (Dewan Jaminnan Sosial Nasional), Usman Sumantri (Kementerian Kesehatan RI), Hasbullah Thabrany (Guru Besar UI), Ledia Hanifa (Pansus RUU BPJS dari Fraksi PKS), dan Wahyu Idrawati (Kemenakertrans RI), serta Mas’ud Muhammad (PT jamsostek) dan Moh. Yani (PT Askes).
Dalam acara ini, mahasiswa sempat memperdebatkan dan mempertanyakan essensi dari SJSN. Apakah SJSN adalah jaminan sosial nasional? Karena berdasarkan konsepnya terdapat praktik asuransi. Lantas apakah ini tak beda dengan asuransi nasional?
      Menanggapi hal tersebut, salah satu pakar jaminan sosial yaitu Prof. Hasbullah Thabrany mengungkapkan bahwa makna jaminan sosial itu luas. Kata jaminan di Indonesia punya banyak makna. Wajar kalau banyak perbedaan persepsi. Kemudian istilah sosial, ada 2 makna: paham sosialis dan makna “miskin”. Ini kekeliruan, tugas kita menjelaskan bahwa jaminan sosial adalah kolektif bersama untuk memenuhi kebutuhan sosial, berupa sistem kegotongroyongan. Pemerintah tidak bisa dibebankan sepenuhnya, kita juga turut berkontribusi. Karena saat ini negara masih belum mampu untuk menanggung beban ini seluruhnya.
       Apabila kita tilik ulang mengenai kata jaminan, dalam persepsi rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Yang artinya dari pemerintah, oleh pemerintah, dan untuk rakyat. Hal ini identik dengan slogan ‘GRATIS” yang marak beredar (berobat gratis, dll). Apakah benar-benar gratis? Ternyata tidak, dalam praktik berobat gratis memang rakyat gratis untuk berobat tetapi tetap saja ada dana yang digunakan dari APBN atau APBD. Kerapkali terjadi pembengkakan dalam penggunaannya dan alokasi dana yang tersedia habis, alhasil bukan tidak mungkin yang terjadi adalah penurunan mutu pelayanan kesehatan. Maka, rakyatlah yang dirugikan.
         Lalu dari manakah sumber dana APBD /APBN yang digunakan pemerintah? Ternyata dari APBN yang angkanya mencapai lebih dari 1000 triliun yang menjadi sumber dana utama bukanlah sumber daya alam seperti PT. Freeport, bukan pula cukai rokok sebesar 60 Triliun, akan tetapi pajak penghasilan sebesar 600 triliun. Selanjutnya, pajak ini akan diolah pemerintah untuk dikembalikan manfaatnya kepada masyrakat melalui pembangunan, pelayanan, bantuan sosial, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya dana pemerintah adalah dana rakyat, dari rakyat, oleh pemerintah, dan untuk rakyat. Lalu kenapa tidak pernah ada protes terhadap pajak yang kita bayarkan selama ini. Padahal konsep ini yang sama dengan SJSN yang akan diusung.
       Salah satu penyebabnya kembali lagi kepada persepsi masyarakat dan doktrin eksternal yang menanamkan bahwa SJSN adalah bentuk lepas tangannya pemerintah. Ternyata ini tidak benar. Rakyat tidak pernah protes masalah pajak walaupun konsepnya memiliki kesamaan dengan SJSN karena merasa bahwa pajak adalah kewajiban, bukan iuran. Padahal sebenarnya pajak juga iuran. Walaupun ada beberapa Negara di eropa barat yang menyatukan pajak umum dan iuran tersebut. Hal ini dapat dilakukan tetapi jumlah pajak yang harus dibayarkan mencapai 50% gaji atau upah. Ada pula negara yang memisahkan antara pajak umum dan iuran ini dengan alasan terdapat perbedaan prinsip dimana pajak umum digunakan untuk pelayanan umum seperti membangun sekolah, membangun jalan, membangun sarana ibadah, dll. Iuran sendiri diperuntukkan untuk manfaat yang didapat dari program jaminan sosial. Jenis kedua adalah jenis yang akan diterapkan di Indonesia.
          Apakah isu bahwa SJSN memeras rakyat benar? Jelas sekali tidak benar. Analoginya, bila terdapat dua kelompok, ada kelompok kaya dan kelompok miskin. Ketika diwajibkan membayar iuran atau pajak, kelompok manakah yang akan merasa diperas? Tentu kelompok miskin bukan. Lantas apakah kelompok miskin tetap dipaksa membayar pajak? Tidak. Karena pemerintahlah yang bertanggung jawab membayar iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu. Jadi tidak ada yang akan diperas. Dan bagi kelompok yang kaya tidak akan dipukul rata jumlah iurannya, tetapi berdasarkan persen penghasilan. Jadi disinilah konsep “adil” itu berjalan.
      Kenyataan yang ada, apabila RUU BPJS tidak disahkan dan SJSN tidak dilaksanakan maka “pemerintah telah mengabaikan konstitusi, mengabaikan hak rakyat, dan membiarkan rakyat hidup tanpa jaminan”. Karena berdasarkan konstitusi pemerintah wajib mengembangkan jaminan sosial dan dalam konsep SJSN pemerintah tidak lepas tangan. Jelas disini masih banyak permasalahan karena perbedaan dalam mendefinisikan jaminan dan asuransi.
        Mengacu dari hasil diskusi yang terjadi di forum ini, maka kami menyimpulkan bahwa SJSN jelas adalah jaminan (sosial) bukan asuransi (komersial). Pasca forum ini kami berharap agar pemerintah dapat melakukan sosialisasi yang luas dan menyeluruh kepada seluruh pihak agar masyarakat tidak dibingungkan dengan konsepsi dan tujuan jaminan sosial, baik secara umum maupun yang dimaksud dalam UU SJSN.
          Kami juga berharap agar RUU BPJS segera disahkan sehingga SJSN bisa segera diimplementasikan. Kami juga menyadari bahwa buatan manusia tidak ada yang sempurna dan dapat memuaskan semua pihak, tapi itu bisa kita perbaiki setelah dijalankan.
Oleh:
Franz Sinatra Yoga (Mahasiswa FK Unsri 2008; Koordinator Kastrat Nasional ISMKI).
Email: franz.sinatra@yahoo.com

Sumber :
http://inssin.org/mahasiswa-kedokteran-sjsn-itu-jaminan-sosial-bukan-asuransi-komersial/

Kamar Indah nan Rapi, Waahhh Menyenangkan

Jumat, 28 Oktober 2011

Ultah Ke 21

Terima kasih Al Khansa Crew dan adek-adekku tersayang angkatan 2010. Terimakasih atas hadiahnya, terimakasih atas doanya. Semoga segalanya dapat menjadi lebih baik dan kesuksesan selalu mengiringi langkah-langkah kita semua. KEEP FIGHTING!!! Karena seperti kata Socrates :“Hidup yang tak terevaluasi adalah hal yang sia-sia.” Socrates, Filsuf. Jadi kita harus terus fighting dengan hidup kita.






Dan yang satu ini, dari secret admirer hehehe, dari Al Khansa Crew yang tidak mau diketahui siapa asal usul di balik peletakan kado berisi buku agenda tersebut. But thanks so much untuk siapapun yang mengirimkan kado-kado ini. Karena hal itu sangat berarti bagi saya dan tepat sekali seperti apa yang sedang saya butuhkan. Itu artinya banyak sekali teman-teman dan orang-orang di sekitar kita yang sangat care dengan kita. Yang pasti SAYA SANGAT MENYAYANGI KALIAN SEMUA AL KHANSA CREW.


Nah, pasti penasaran khan?? Siapa sih Al Khansa Crew itu...???! hehheheh
Mereka itu adalah ahwatifillah yang semoga sselalu dalam keridhaan Allah dan semoga selalu dimudahkan dalam setiap langkah-langkahnya. Sahabat- sahabat terbaik yang selalu mengingatkan dalam kebaikan.. PROUD YOU ALL :
1. Destiatpin Sofyaningrum             Jurusan kedokteran Angkatan 2008
2. Nisa Hermina Putri                     Jurusan kedokteran Angkatan 2008
3. Ad'ha Yulina Sari                        Jurusan kedokteran Angkatan 2008
4. Ridha Nurraida                          Jurusan kedokteran Angkatan 2010
5. Fani Trestanita Bakhtiar              Jurusan kedokteran Angkatan 2010
5. Dessriya Ambar                         Jurusan kedokteran Angkatan 2010
6. Ning Maunah                             Jurusan kedokteran Angkatan 2010

Belajar Sepanjang Hayat

          Menjadi dokter itu tidak lantas setelah lulus dari mahasiswa kedokteran dan coass lalu berhenti belajar. Tapi update ilmu selalu diharapkan dari para dokter. Maka dari itu tepat sekali apabila dalam sumpah dokter dicantumkan salah satu bunyi sumpah yang berbunyi : Belajar sepanjang hayat. Yah, menjadi dokter memang tidak mudah, apalagi dengan perkembangan teknologi yang sedemikian cepatnya memacu kita untuk selalu memperkaya diri dengan ilmu. Jadi, ayo Noni sambil saya juga menyemangati diri saya sendiri. KITA HARUS BELAJAR SEPANJANG HAYAT. Terlebih lagi untuk meraih cita-cita saya menjadi PROFESIONAL DOCTOR and A GOOD LEADER. SEMANGAT!! KEEP SPIRITTTTTTT!!!!!

Kamis, 27 Oktober 2011

Tuberkulosis (TB)

          Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai "Global Emergency". Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
          Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Rabu, 26 Oktober 2011

Apakah ESWL?

ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) adalah  tindakan pemecahan batu saluran kencing (ginjal,ureter.kandung kemih) dengan gelombang kejut (Shock wave) tanpa pembedahan sama sekali. Batu saluran kencing akan pecah menjadi fragmen kecil sekali sehingga dapat keluar spontan bersama air kencing.eswl
ESWL merupakan tindakan non invasive dengan menggunakan tehnologi gabungan x-ray, ultrasound, dan acoustic shock wave dalam mendiagnosa/menentukan lokasi dan memecah batu.

Sejarah ESWL

ESWL ditemukan tahun 1980 an. Tehnologi ESWL berkembang pesat menjelang 2000, berbagai jenis dan tipe telah disempurnakan.
Tehnologi Elektrokonduktive yang dikembangkan oleh Inserm di Perancis dengan membungkus elektrode dengan Electrolyte cairan yang sangat konduktive sehingga menjamin akurasi tenaga shockwave tidak berkurang sampai target batu . Tenaga shockwave yang optimal ini menjadikan efek terapi pemecahan batu sangat maksimal.
Tehnologi ini didapatkan pada Sonolith i-sys, dimana saat penentuan lokasi dengan sistem layar sentuh (touchscreen) baik dengan x-ray dan atau USG. Mesin akan otomatis dengan tehnologi robotisasi menentukan focus tembakan.
Automatic Pressure regulator yang ada pada tehnologi elektrokonduktive membuat mesin ini aman untuk pasien.
Kedalaman tembakan sampai dengan 210 mm, sehingga efektif untuk pasien dengan

Apa indikasi ESWL?
Setelah pemeriksaan fisik, laboratorium, x-ray, USG dan echocardiografi Dokter Ahli Urologi akan memutuskan indikasi tindakan ESWL.sesuai atau tidak.

Bagaimana prosedur ESWL?
  1. Setelah indikasi diputuskan oleh Dokter Ahli Urologi, pasien dijadwalkan prosedur ESWL. Tidak ada persiapan khusus, pasien datang ke Senter ESWL RS Kariadi yang terletak di Ruang Bedah Sehari (Day Surgery), menandatangani pertindik (informed consent)
  2. Pasien diberi obat anti nyeri bilamana diperlukan diberikan sedative ringan
  3. Pasien terlentang santai pada meja khusus dan setelah ditentukan lokasinya dengan x-ray dan atau ultrasound batu dihancurkan dengan gelombang kejut (shock wave) yang difokuskan kearah batu
  4. Tembakan biasanya antara 1000 dan 3500, atau ditentukan oleh dokter ahli urologi. Lama tembakan antara 30- 60 menit
  5. Evaluasi pemecahan dapat diketahui langsung (real time) baik dengan x ray dan atau USG
Pasca ESWL
Pasien dapat langsung pulang, kecuali dianjurkan oleh dokter karena kondisi pasien yang memerlukan observasi ketat. Dapat beraktivitas normal setelah 24 jam pasca terapi.
Pecahan batu keluar spontan bersama air kencing terkadang sedikit tidak nyaman waktu kencing. Sebaiknya pecahan batu dikumpulkan untuk dianalisa untuk melihat komposisi batu. Sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan kekambuhan.

Adakah efek samping ESWL?
ESWL sangat aman. Hanya sedikit efek samping beberapa hari
  • Kencing darah, biasanya hilang dalam 1-2 hari pasca terapi
  • Nyeri, terutama akibat pecahan batu yang turun bersama air kencing
  • Petechia pada kulit didaerah tembakan, biasanya hilang beberapa hari
  • Infeksi, terutama adanya bakteri yang bersarang pada batu ( 1-7% di Eropa)
  • Obstruksi ureter oleh karena batu
Sumber : www.rskariadi.com

Selasa, 25 Oktober 2011

Gangguan Irama Jantung Spesifik

Takikardia
          Takikardia disebabkan oleh properti pemacuan jantung yang abnormal baik pada jaringan pacu jantung khusus atau jaringan jantung biasa yang kemudian berubah menjadi bersifat sel pacu jantung sebagai konsekuensi dari penyakit. Sebagai contoh adalah takikardia ektopik yang timbul pada anak- anak dengan penyakit jantung kongenital atau VT yang mengkomplikasi iskemia miokard akut.
Klasifikasi takikardia
1. Supraventrikel
    - Terpicu : takikardia atrium ektopik/ AF fokal
    - Re- entri : AF/ Takikardia atrium re- entri makro
    - Takikardia re-entri : A-V
    - Takikardia re-entri nodus : A-V
2. Ventrikel
  • Terpicu : VT kiri idiopatik/ takikardia alur keluar ventrikel kanan/ aktivitas ektopik ventrikel/ torsades de pointes
  •  Re-entri mikro : takikardia fasikular
  • Re- entri makro : VT (monomorfik atau polimorfik/ fibrilasi ventrikel)
Sinus Takikardi
          Sinus takikardia merupakan respon fisiologis terhadap latihan atau stres namun automatisitas abnormal, baik dari SN atau fokus ektopik di atrium maupun ventrikel, atau mekanisme eksitasi re-entri dapat menyebabkan takikardia nonfisiologis.
          Sinus takikardia merupakan irama sinus yang lebih cepat dari 100 kali permenit. Keadaaan ini biasanya ditemukan pada bayi dan anak kecil dan takikardia sinus juga ditemukan pada stress fisiologis maupun patologis seperti kegiatan fisik (olahraga), demam, hipertiroidisme, anemia, infeksi, sepsis, hipovolemia, penyakit paru kronik. Obat-obatan seperti atropin, katekolamin, kafein, hormon tiroid juga menimbulkan sinus takikardia.
          Sinus takikardia juga disebabkan karena gagal jantung, tetapi ditujukan pada kelainan dasarnya. Pemberian digitalis hanya diberikan pada gagal jantung sedangkan pada hipertiroidisme diberikan penghambat beta (beta blocker-Propanolol).
Terapi :
1. Terapi obat antiaritmia
2. Teknik ablasi kateter
3. Implantasi alat untuk takikardia

Atrial Fibrilation (Fibrilasi Atrium)
          AF dapat merupakan konsekuensi penyakit elektrik primer atrium, sekunder karena penyakit jantung struktural yang menyebabkan atriopati atau komplikasi dari kondisi sistemik atau hipertiroidisme. AF diklasifikasikan menjadi :
  • Paroksisimal (spontan kembali ke irama sinus)
  • Persisten (irama sinus didapat dengan intervensi)
  • Permanen (irama sinus tidak dapat dicapai bahkan dengan intervensi)
Penyebab AF antara lain :
  • Fokus pemicu (idiopatik)
  • Miopati atrium 
  • Tekanan atrium atau kelebihan beban dan volume karena penyakit jantung struktural.
          Pada pemeriksaan klinis ditemukan irama jantung yang sama sekali tidak teratur dengan bunyi jantung yang intensitasnya tidak sama. Seringkali didapatkan adanya defisit pulsus. Diagnosis dapat dengan mudah dilakukan dengan pemeriksaan EKG.
           Pengobatan tergantung pada cepatnya denyut jantung, penyebab dan keadaan pasien. Bila denyut jantung cepat sekali, lebih dari 150 per menit dan pasien dalam keadaan syock, mungkin perlu segara dilakukan kardioversi dengan direct current counter shock (DC shock). Bila denyut jantung cepat sekali dan pasien dengan gagal jantung dapat diberikan digoksin secara bersama-sama dengan pemberian furosemid dan amidaron secara intravena.
          Bila denyut jantung tidak terlalu cepat dapat diberikan digoksin secara oral untuk mengontrol denyut jantung. Kadang-kadang perlu diberikan bersama penyekat beta misalnya pada tirotoksikosis atau dapat diberikan verapamil kalau ada kontraindikasi pemberian penyekat beta.
          Untuk mengkonversi fibrilasi menjadi irama sinus dapat diberikan amiodaron secara intravena, rhythmonom propafenon per oral atau disopiramid secara oral. Akhir- akhir ini ada obat baru yang lebih efektif untuk konversi fibrilasi atrial seperti dofetilid dan ibutilid.
         
Ekstrasistol Supraventrikular
          Setiap bagian jantung dapat berdepolarisasi lebih awal daripada seharusnya, dan denyut jantung yang menyertainya disebut ekstrasistol. Istilah 'ektopik' kadang- kadang digunakan untuk menunjukkan bahwa depolarisasi berasal dari lokasi yang abnormal, begitu pula dengan istilah 'kontraksi prematur'.
          Gambaran ekstrasistol yang muncul, baik dari otot atrium, daerah sambungan atau nodus, maupun otot ventrikel sama seperti gambaran EKG denyut lolos- perbedaannya adalah ekstrasistol muncul awal sedangkan denyut lolos muncul pada akhir.
           Ekstrasistol ventrikular mempunyai kompleks QRS yang abnormal, yang khas lebar tetapi dapat muncul hampir dalam segala bentuk. Ekstrasistol ventrikular lazim terjadi dan biasanya tidak penting. Namun, bila terjadi di gelombang T pada denyut sebelumnya, ekstrasistol ventrikular dapat merangsang terjadinya fibrilasi ventrikel.
         










Minggu, 23 Oktober 2011

October

“It is necessary to help others, not only in our prayers, but in our daily lives. If we find we cannot help others, the least we can do is to desist from harming them."

Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi


Tuntas bagi kami pribadi, saat ini dan “mungkin” sementara karena bisa jadi suatu saat kami mendapat tambahan informasi baru. Kami hanya ingin membagi kelegaan ini setalah berlama-lama berada dalam kebingungan pro-kontra imunisasi. Pro-kontra yang membawa-bawa nama syari’at. Apalagi kami sering mendapat pertanyaan karena kami pribadi berlatar belakang pendidikan kedokteran. Pro-kontra yang membawa-bawa nama syari’at inilah yang mengetuk hati kami untuk menelitinya lebih dalam. Karena prinsip seorang muslim adalah apa yang agama syari’atkan mengenai hal ini dan hal itu.
Sebagai seorang muslim, semua jalan keluar telah diberikan oleh agama islam. Oleh karena itu kami berupaya kembali kepada Allah dan rasul-Nya.
 فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ
 “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),” [An-Nisa-59]
Sebelumnya kami ingin menyampaikan bahwa imunisasi dan vaksinasi adalah suatu hal yang berbeda dimana sering terjadi kerancuan.
-Imunisasi: pemindahan atau transfer antibodi [bahasa awam: daya tahan tubuh] secara pasif. Antibodi diperoleh dari komponen plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu.
-Vaksinasi: pemberian vaksin [antigen dari virus/bakteri] yang dapat merangsang imunitas [antibodi] dari sistem imun di dalam tubuh. Semacam memberi “infeksi ringan”.
[Pedoman Imunisasi di Indonesia hal. 7, cetakan ketiga, 2008, penerbit Depkes]
Pro-kontra imunisasi dan vaksin
Jika membaca yang pro, kita ada kecendrungan hati mendukung. Kemudian jika membaca yang kontra, bisa berubah lagi. Berikut kami sajikan pendapat dari masing-masing pihak dari informasi yang kami kumpulkan.
Pendapat yang kontra: 
  • Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular penyakit infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan lain-lain. Ini semua haram dipakai secara syari’at.
  • Efek samping yang membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal, aluminium, benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme, cacat otak, dan lain-lain.
  • Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, banyak efek sampingnya.
  • Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup sehat.
  • Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh dan meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan generasi muda mereka.
  • Bisnis besar di balik program imunisasi  bagi mereka yang berkepentingan. Mengambil uang orang-orang muslim.
  • Menyingkirkan metode pengobatan dan pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara muslim seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda.
  • Adanya ilmuwan yang menentang teori imunisasi dan vaksinasi.
  • Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru lebih sehat dari anak yang di-imunisasi.
Pendapat yang pro:
  • Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena telah banyak kasus ibu hamil membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis B yang membahayakan ibu dan janin. Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir langsung meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.
  • Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit infeksi berkembang menjadi wabah seperti kolera, difteri, dan polio. Apalagi saat ini berkembang virus flu burung yg telah mewabah. Hal ini menimbulkam keresahan bagi petugas kesahatan yang menangani. Jika tidak ada, mereka tidak akan mau dekat-dekat. Juga meresahkan masyarakat sekitar.
  • Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita hidup di negara berkembang yang notabene standar kesehatan lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita tidak bisa menjaga gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar penyakit infeksi, perlu dilakukan vaksinasi.
  • Efek samping yang membahayakan bisa kita minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai kondisi setiap orang.
  • Jangan hanya percaya isu-isu tidak jelas dan tidak ilmiah. Contohnya vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang berpengaruh) dan penyebab utamanya masih harus diteliti.
  • Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga. Terutama vaksin MMR. Disana juga sempat ribut dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai sekarang negara barat juga tetap memberlakukan vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.
  • Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak lagi menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama sekali? Karena standar kesehatan mereka sudah lebih tinggi, lingkungan bersih, epidemik (wabah) penyakit infeksi sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup sehatnya tinggi. Mereka sudah mengkonsumsi sayuran organik. Bandingkan dengan negara berkembang. Sayuran dan buah penuh dengan pestisida jika tidak bersih dicuci. Makanan dengan zat pengawet, pewarna, pemanis buatan, mie instant, dan lain-lain. Dan perlu diketahui jika kita mau masuk ke beberapa negara maju, kita wajib divaksin dengan vaksin jenis tertentu. Karena mereka juga tidak ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.
  • Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Ada juga sanggahan bahwa vaksin halal karena hanya sekedar katalisator dan tidak menjadi bagian vaksinContohnya Fatwa MUI yang menyatakan halal. Dan jika memang benar haram, maka tetap diperbolehkan karena mengingat keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah di negara kita. Harus segera dicegah karena sudah banyak yang terjangkit polio, Hepatitis B, dan TBC.
Terlepas dari itu semua, kami tidak bisa memastikan dan mengklaim 100% pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah. Kami hanya ingin membagi kelegaan hati kami berkaitan dengan syari’at. Berikut kami sajikan bagaimana proses dari kebingungan kami menuju sebuah kelegaan karena kami hanya ingin sekedar berbagi.
Kewajiban taat terhadap pemerintah/waliyul ‘amr
Hal ini berkaitan dengan program “wajib” pemerintah berkaitan dengan imunisasi -yang kita kenal dengan PPI [Program Pengembangan Imunisasi]- di mana ada lima vaksin yang menjadi imunisasi “wajib”.
Sudah menjadi aqidah ahlus sunnah wal jamaah bahwa kita wajib mentaati pemerintah. Berikut kami sampaikan dalil-dalil yang ringkas saja.
Allah Ta’ala berfirman,
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [An Nisa’: 59]
Kita wajib taat kepada pemerintah baik dalam hal yang sesuai dengan syari’at maupun yang mubah, misalnya taat terhadap lampu lalu lintas dan aturan di jalan raya. Jika tidak, maka kita berdosa. Bahkan jika pemerintah melakukan sesuatu yang mendzalimi kita, kita harus bersabar. Kita tidak boleh melawan pemerintah dengan melakukan demonstrasi apalagi melakukan kudeta dan pemberontakan karena lebih besar bahayanya dan juga akan menumpahkan darah sesama kaum muslimin.
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda,Dengarlah dan taat kepada pemimpinmu, walaupun mereka memukul punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” [HR. Muslim no. 1847]
Kita baru diperbolehkan untuk  tidak taat jika melihat pemerintah berada pada kekufuran yang nyata, jelas, dan bukan kekufuran yang dicari-cari dan dibuat-buat.
سمعوا وأطيعوا، إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم عليه من الله برهان
“Mendengar dan taatlah kalian (kepada pemerintah kalian), kecuali bila kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki buktinya di hadapan Allah.[HR. Bukhari dan Muslim]
Jika ada yang mengatakan bahwa pemerintah sekarang kafir atau bukan negara Islam sehingga tidak perlu taat, maka kami sarankan untuk banyak menelaah kitab-kitab aqidah para ulama. Karena bisa jadi tuduhan itu kembali kepada yang menuduh. Kemudian perlu kita bedakan antara pemerintah yang tidak bisa menjalankan hukum syariat dan masih menganggap baik hukum Islam.  Dan di antara bukti negeri tersebut masih muslim adalah masih membebaskan dijalankan syari’at-syari’at yang bersifat jama’i seperti adzan, shalat berjama’ah dan shalat ‘ied.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
 “Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.” [HR. Bukhari no. 3317, 5698, dan Muslim no. 214.]
Inilah yang agak mengusik hati kami, yaitu jika kita tidak mengikuti program imunisasi maka akan menyebabkan berdosa, karena pemerintah mengatakan “wajib”.
Walaupun hal ini bisa dibantah bagi mereka yang kontra, karena bahannya yang haram dan bisa merusak tubuh.  Sehingga dalam hal ini pemerintah tidak perlu ditaati. Karena kita dilarang merusak tubuh kita sendiri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah: 195]
Sesuai dengan kaidah dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” [HR. Bukhari no. 7257]
Namun, kami berusaha mencari-cari lagi apa yang dimaksud dengan “wajib” oleh pemerintah agar lebih menentramkan dan keluar dari perbedaan pendapat.
Wajib imunisasi bukan wajib secara mutlak
Secara ringkas, wallahu a’lam, yang kami dapatkan bahwa pernyataan “wajib” pemerintah di sini bukanlah wajib secara mutlak dalam pelaksanaannya. Sebagaimana wajib, ada yang wajib ‘ain dan wajib kifayah. wajib Karena ada beberapa alasan.
1. Memang ada UU no. 4 tahun 1894 tentang wabah penyakit menular dan secara tidak langsung imunisasi masuk di sini karena salah satu peran imunisasi adalah memberantas wabah. Bisa dilihat di: : http://medbook.or.id/news/other/170-uu-no-4-tahun-1984 Ancaman bagi yang tidak mendukungnya, bisa dihukum penjara dan denda.
Akan tetapi, pemerintah juga masih kurang konsisten dalam menerapkan hukuman ini. Bisa dilihat pernyataan salah satu pemimpin kita.
 ”Kita tidak bisa memberikan sanksi hukuman, tetapi kita hanya bisa menghimbau kepada aparat, ibu-ibu, LSM, majelis taklim, ketua RT, dan lurah, agar menggerakkan warganya ke pos-pos imunisasi. Mudah-mudahan Jakarta bebas polio,,”
Walaupun sumber tersebut tahun 2005, tetapi ini menunjukkan setidaknya pemerintah pernah tidak konsisten.
2. Belum ada peraturan pemerintah atau undang-undang khusus yang mengatur secara jelas, tegas, dan shorih tentang kewajiban imunisasi, hukuman, serta kejelasan penerapan hukuman.
3. Kalaupun mewajibkan lima imunisasi termasuk polio, maka bagaimana dengan daerah yang terpencil, daerah yang tidak mendapatkan pasokan imunisasi seperti beberapa daerah di Papua? Apakah mereka dipenjara semua? Atau didenda semua? Haruskah mereka mencari-cari ke daerah yang ada imunisasi dan vaksin?
Bagimana dengan yang tidak mampu membayar imunisasi? Karena pemerintah belum menggratiskan secara menyeluruh imunisasi. Walaupun ada yang murah, tetapi tetap saja ada penduduk yang untuk makan sesuap nasi saja sulit. Apakah orang miskin-papa seperti mereka harus dipenjara atau didenda karena tidak imunisasi?
4. Sampai sekarang, wallahu a’lam, kami belum pernah mendengar ada kasus orang yang dihukum penjara atau denda hanya karena anaknya belum atau tidak diimunisasi.
5. Cukup banyak mereka yang kontra imunisasi dan vaksin baik individu, LSM, atau organisai tertentu mengeluarkan pendapat menolak imunisasi padahal ini sangat bertentangan dengan pemerintah. Bahkan mereka menghimbau bahkan memprovokasi agar tidak melakukan imunisasi. Tetapi, wallahu a’lam, kami tidak melihat tindak tegas pemerintah terhadap mereka.
Atau kita bisa menganalogikan dengan program “WAJIB belajar sembilan tahun”. Maka semua orang tahu bahwa “wajib “ di sini tidak bermakna wajib secara mutlak.
Maka kesimpulan yang kami ambil:
Imunisasi dan vaksin mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan. Silahkan juga jika menolak imunisasi sesuai dengan keyakinan dan hal ini tidak berdosa secara syari’at. Silahkan sesuai keyakinan masing-masing. Yang terpenting kita jangan berpecah-belah hanya karena permasalahan ini dan saling menyalahkan.
Berikut kami sajikan fatwa tentang bolehnya imunisasi dan vaksin serta menunjukkan bahwa semacam imunisasi sudah ada dalam syari’at. Atau yang dikenal sekarang dengan imunisasi syari’at.
Ketika Syaikh  Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya tentang hal ini,
 ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
 “Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa penyakit seperti imunisasi?”
Beliau menjawab,
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع البلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم (1) » وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي مكان لا بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل، يعالج بالدواء المرض الذي يخشى منه.
La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.
Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian telah memberikan jawaban untuk masalah vaksin yang digunakan dalam vaksinasi anak terhadap polio. Dalam masalah tersebut, Majelis Ulama Eropa memutuskan dua hal:
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis.  Obat semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qoth’i). [Disarikan dari http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203]
Perlu diketahui juga bahwa di Saudi Arabia sendiri untuk pendaftaran haji melalui hamlah (travel)  diwajibkan bagi setiap penduduk asli maupun pendatang untuk memenuhi syarat tath’im (vaksinasi) karena banyaknya wabah yang tersebar saat haji nantinya. Syarat inilah yang harus dipenuhi sebelum calon haji dari Saudi mendapatkan tashrih atau izin berhaji yang keluar lima tahun sekali.
Jangan meyebarluaskan penolakan imunisasi
Merupakan tindakan yang kurang bijak bagi mereka yang menolak imunisasi, menyebarkan keyakinan mereka secara luas di media-media, memprovokasi agar menolak keras imunisasi dan vaksin, bahkan menjelek-jelekkan pemerintah. Sehingga membuat keresahan dimasyarakat.  Karena bertentangan dengan pemerintah yang membuat dan mendukung program imunisasi.
Hendaknya ia menerapkan penolakan secara sembunyi-sembunyi. Sebagaimana kasus jika seseorang melihat hilal Ramadhan dengan jelas dan sangat yakin, kemudian persaksiannya ditolak oleh pemerintah. Pemerintah belum mengumumkan besok puasa, maka hendaknya ia puasa sembunyi-sembunyi besok harinya dan jangan membuat keresahan di masyarakat dengan mengumumkan dan menyebarluaskan persaksiannya akan hilal, padahal sudah ditolak oleh pemerintah. Karena hal ini akan membuat perpecahan dan keresahan di masyarakat.
Islam mengajarkan kita agar tidak langsung menyebarluaskan setiap berita atau isu ke masyarakat secara umum. Hendaklah kita jangan mudah termakan berita yang kurang jelas atau isu murahan kemudian ikut-kutan menyebarkannya padahal ilmu kita terbatas mengenai hal tersebut. Hendaklah kita menyerahkan kepada kepada ahli dan tokoh yang berwenang untuk menindak lanjuti, meneliti, mengkaji, dan menelaah berita atau isu tersebut. Kemudian merekalah yang lebih mengetahui dan mempertimbangkan apakah berita ini perlu diekspos atau disembunyikan.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa: 83]
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan ayat ini,
هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه
“Ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka [menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum mukminin, atau berkaitan dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan berita tersebut. Bahkan mengembalikan  perkara tersebut kepada Rasulullah dan [pemerintah] yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu cendikiawan, ilmuwan, peneliti, penasehat, dan pembuat kebijaksanan. Merekalah yang mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan kebalikannya. Jika mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada kemaslahatan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga dari musuh, maka mereka akan menyebarkannya Dan jika mereka melihat tidak ada kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya. [Taisir Karimir Rahman hal. 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]
Sebaiknya kita menyaring dulu berita yang sampai kepada kita dan tidak semua berita yang kita dapat kemudian kita sampaikan semuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar.” [HR. Muslim]
Demikianlah semoga kelegaan ini bisa juga membuat kaum muslimin yang juga sebelumnya berada di dalam kebingungan juga bisa menjadi lega.
Kami sangat berharap adanya masukan, kritik dan saran kepada kami mengenai hal ini. Jika ada informasi yang tegas dari pemerintah tentang wajibnya imunisasi secara mutlak, kami mohon diberitahukan.
Pendapat kami pribadi mengenai imunisasi dan vaksin
Hati kami merasa lebih tentram dengan condong ke arah pihak yang pro. Wallahu ‘alam. Kami memang memiliki latar belakang pendidikan kedokteran, sehingga mungkin ada yang mengira kami terpengaruh oleh ilmu kami sehingga mendukung imunisasi dan vaksinasi. Akan tetapi, justru karena kami memiliki latar belakang tersebut, kami bisa menelaah lebih dalam lagi dan mencari fakta-fakta yang kami rasa lebih menentramkan hati kami.  Berikut kami berusaha menjabarkannya dan menjawab apa yang menjadi alasan mereka menolak imunisasi.
Vaksin haram?
Ini yang cukup meresahkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah muslim. Namun mari kita kaji, kita ambil contoh vaksin polio atau vaksin meningitis yang produksinya menggunakan enzim tripsin dari serum babi. Belakangan ini menjadi buah bibir karena cukup meresahkan jama’ah haji yang diwajibkan pemerintah Arab Saudi vaksin, karena mereka tidak ingin terkena atau ada yang membawa penyakit tersebut ke jama’ah haji di Mekkah.
Banyak penjelasan dari berbagai pihak, salah satunya dari Drs. Iskandar, Apt., MM, -Direktur Perencanaan dan pengembangan PT. Bio Farma (salah satu perusahaan pembuat vaksin di Indonesia)- yang mengatakan bahwa enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV). Beliau mengatakan,
“Air PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan najis, namun menjadi bersih dan halal stetalh diproses”. Beliau juga mengatakan, “Dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik [enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein]. Pada hasil akhirnya [vaksin], enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan.” [sumber: http://www.scribd.com/doc/62963410/WHO-Batasi-Penggunaan-Babi-Untuk-Pembuatan-Vaksin]
Jika ini benar, maka tidak bisa kita katakan bahwa vaksin ini haram, karena minimal  bisa kita kiaskan dengan binatang jallalah, yaitu binatang yang biasa memakan barang-barang najis. Binatang ini bercampur dengan najis yang haram dimakan, sehingga perlu dikarantina kemudian diberi makanan yang suci dalam beberapa hari agar halal dikonsumsi. Sebagian ulama berpendapat minimal tiga hari dan ada juga yang berpendapat sampai aroma, rasa dan warna najisnya hilang.
Imam Abdurrazaq As-Shan’ani rahimahullah meriwayatkan,
 عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَحْبِسُ الدَّجَاجَةَ ثَلَاثَةً إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ بَيْضَهَا
 ”Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma  bahwasanya beliau mengurung [mengkarantina] ayam yang biasa makan barang najis selama tiga hari jika beliau ingin memakan telurnya.” [Mushannaf Abdurrazaq no. 8717]
Kalau saja binatang yang jelas-jelas bersatu langsung dengan najis -karena makanannya kelak akan menjadi darah dan daging- saja bisa dimakan, maka jika hanya sebagai katalisator sebagaimana penjelasan di atas serta tidak dimakan, lebih layak lagi untuk dipergunakan atau minimal sama.
Perubahan benda najis atau haram menjadi suci
Kemudian ada istilah [استحالة] “istihalah” yaitu perubahan benda najis atau haram menjadi benda yang suci yang telah berubah sifat dan namanya. Contohnya adalah jika kulit bangkai yang najis dan haram disamak, maka bisa menjadi suci atau jika khamr menjadi cuka  -misalnya dengan penyulingan- maka menjadi suci. Pada enzim babi vaksin tersebut telah berubah nama dan sifatnya atau bahkan hanya sebagai katalisator pemisah, maka yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan masalah istihalah,
وَاَللَّهُ – تَعَالَى – يُخْرِجُ الطَّيِّبَ مِنْ الْخَبِيثِ وَالْخَبِيثَ مِنْ الطَّيِّبِ، وَلَا عِبْرَةَ بِالْأَصْلِ، بَلْ بِوَصْفِ الشَّيْءِ فِي نَفْسِهِ، وَمِنْ الْمُمْتَنِعِ بَقَاءُ حُكْمِ الْخُبْثِ وَقَدْ زَالَ اسْمُهُ وَوَصْفُهُ،
“Dan Allah Ta’ala mengeluarkan benda yang suci dari benda yang najis dan mengeluarkan benda yang najis dari benda yang suci. Patokan bukan pada benda asalnya, tetapi pada sifatnya yang terkandung pada benda tersebut [saat itu]. Dan tidak boleh menetapkan hukum najis jika telah hilang sifat dan berganti namanya.” [I’lamul muwaqqin ‘an rabbil ‘alamin 1/298, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, Cetakan pertama, 1411 H, Asy-Syamilah]
Percampuran benda najis atau haram dengan benda suci
Kemudian juga ada istilah [استحلاك] “istihlak” yaitu bercampurnya benda najis atau haram pada benda yang suci sehingga mengalahkan sifat najisnya , baik rasa, warna, dan baunya. Misalnya hanya beberapa tetes khamr pada air yang sangat banyak. Maka tidak membuat haram air tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” [Bulughul Maram, Bab miyah no.2, dari Abu Sa’id Al-Khudriy]
كَانَ اَلْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ – وَفِي لَفْظٍ: – لَمْ يَنْجُسْ
“Jika air mencapai dua qullah tidak mengandung najis”, di riwayat lain, “tidak najis” [Bulughul Maram, Bab miyah no.5, dari Abdullah bin Umar]
Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator yang sudah hilang melalui proses pencucian, pemurnian, dan penyulingan sudah minimal terkalahkan sifatnya.
Jika kita memilih vaksin adalah haram
Berdasarkan fatwa MUI bahwa vaksin haram tetapi boleh digunakan jika darurat. Bisa dilihat di berbagai sumber salah satunya cuplikan wawancara antara Hidayatullah dan KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Komisi Fatwa MUI [halaman 23], sumber:
Berobat dengan yang haram
Jika kita masih berkeyakinan bahwa vaksin haram, mari kita kaji lebih lanjut. Bahwa ada kaidah fiqhiyah,
الضرورة تبيح المحظورات
Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang
Kaidah ini dengan syarat:
1. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
2. Digunakan sekadar mencukupi saja untuk memenuhi kebutuhan.
Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji sesuai dengan syarat:
1. Saat itu belum ada pengganti vaksin lainnya
Adapun yang berdalil bahwa bisa diganti dengan jamu, habbatussauda, atau madu [bukan berarti kami merendahkan pengobatan nabi dan tradisional], maka kita jawab bahwa itu adalah pengobatan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Sebagaimana jika kita mengobati virus tertentu, maka secara teori bisa sembuh dengan meningkatkan daya tahan tubuh, akan tetapi bisa sangat lama dan banyak faktor, bisa saja dia mati sebelum daya tahan tubuh meningkat. Apalagi untuk jamaah haji, syarat satu-satunya adalah vaksin.
2. Enzim babi pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar penggunaannya saja.
Jika ada yang berdalil dengan,
 إن الله خلق الداء والدواء، فتداووا، ولا تتداووا بحرام
 ”Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” [HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633]
Maka, pendapat terkuat bahwa pada pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, dengan syarat:
  1. Penyakit tersebut adalah penyakit yang harus diobati.
  2. Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
  3. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
Berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,
 إذا تعارض ضرران دفع أخفهما.
”Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka diambil yang paling ringan.“
Dan Maha Benar Allah yang memang menciptakan penyakit namun pasti ada obatnya. Kalau tidak ada obatnya sekarang, maka hanya karena manusia belum menemukannya. Terbukti baru-baru ini telah ditemukan vaksin meningitis yang halal, dan MUI mengakuinya.
Bisa dilihat pernyataan berikut,
Majelis Ulama Indonesia menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin yang halal menjadi tak berlaku lagi.
”Titik kritis keharaman vaksin ini terletak pada media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar dengan najis babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa (20/7).
Semoga kelak akan ditemukan vaksin lain yang halal misalnya vaksin polio, sebagaimana usaha WHO juga mengupayakan hal tersebut. WHO yang dituduh sebagai antek-antek negara barat dan Yahudi, padahal tuduhan ini tanpa bukti dan hanya berdasar paranoid terhadap dunia barat. Berikut penyataannya,
Menurut Neni [peneliti senior PT. Bio Farma], risiko penggunaan unsur binatang dalam pembuatan vaksin sebenarnya tidak hanya menyangut halal atau haram. Bagi negara non-muslim sekalipun, penggunaan unsur binatang mulai dibatasi karena berisiko memicu transmisi penyakit dari binatang ke manusia”.
“WHO mulai membatasi, karena ada risiko transmisi dan itu sangat berbahaya. Misalnya penggunaan serum sapi bisa menularkan madcow (sapi gila),” ungkap Neni dalam jumpa pers Forum Riset Vaksin Nasional 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2011)
Fatwa MUI pun tidak selamat, tetap saja dituduh ada konspirasi di balik itu. Maka kami tanyakan kepada mereka,
“Apakah mereka bisa memberikan solusi, bagaimana supaya jama’ah haji Indonesia bisa naik haji, karena pemerintah Saudi mempersyaratkan harus vaksin meningitis jika ingin berhaji. Hendaklah kita berjiwa besar, jangan hanya bisa mengomentari dan mengkritik tetapi tidak bisa memberikan jalan keluar.”
Agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak kaku, Allah tidak menghendaki kesulitan kepada hambanya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [Al-Hajj: 78]
Jika masih saja tidak boleh dan haram bagaimanapun juga kondisinya
Jika masih berkeyakinan bahwa vaksin itu omong kosong, haram dan tidak berguna, maka ketahuilah, vaksin inilah yang memberikan kekuatan psikologis kepada kami para tenaga kesehatan untuk bisa menolong dan mengobati masyarakat umum. Jika kami -tenaga kesehatan- tidak melakukan vaksinasi hepatitis B, seandainya mereka yang kontra vaksinasi terkena hepatitis B dan perlu disuntik atau dioperasi, maka saya atau pun tenaga medis lainnya akan berpikir dua kali untuk melakukan operasi jika mereka belum divaksin hepatitis B. Maka hati kami akan gusar dalam menjalankan tugas kami, kita tidak tahu jika ada pasien yang luka, berdarah, lalu kita bersihkan lukanya, kemudian ternyata diketahui bahwa dia berpenyakis hepatitis B. Karena keyakinan sudah divaksinasi hepatitis B, maka hal itu membuat kami bisa menjalaninya.
Begitu juga jika istri mereka hendak melahirkan dan terkena hepatitis B, bidan yang membantu mereka akan berpikir dua kali untuk membantu persalinan jika dia belum vaksin hepatitis B. Karena hepatitis B termasuk penyakit kronis dengan prognosis buruk, belum ditemukan dengan pasti obatnya.
Benarkah konspirasi dan akal-akalan Barat dan Yahudi?
Untuk memastikan hal ini perlu penelitian dan fakta yang jelas, dan sampai sekarang belum ada bukti yang kuat mengenai hal ini. Walapun mereka kafir tetapi Islam mengajarkan tidak boleh dzalim tehadap mereka, dengan menuduh tanpa bukti dan berdasar paranoid selama ini. Begitu juga WHO sebagai antek-anteknya.
Malah yang ada adalah bukti-bukti bahwa tidak ada konspirasi dalam hal ini, berikut kami bawakan beberapa di antaranya:
1. Pro-kontra imunisasi dan vaksin tidak hanya berada di Negara Islam dan Negara berkembang saja, tetapi dinegara-negara barat dan Negara non-Islam lainnya seperti di Filipina dan Australia
Pro-kontra imunisasi sudah ada sejak Pasteur mengenalkan imunisasi rabies, sampai keputusan imunisasi demam tifoid semasa perang Boer. Demikian juga penentang imunisasi cacar di Inggris sampai membawanya di parlemen Inggris. Para Ibu di Jepang dan Inggris menolak imunisasi DPT karena menyebabkan reaksi panas (demam). [Pedoman Imunisasi di Indonesia hal. 361]
2. Amerika melakukan imunisasi bagi pasukan perang mereka. Ini menjawab tuduhan bahwa imuniasi hanya untuk membodohi Negara muslim dan sudah tidak populer di Negara barat, bahkan mereka mengeluarkan jurnal penelitian resmi untuk meyakinkan dan menjawab pihak kontra imunisasi. Salah satunya adalah jurnal berjudul,  “Immunization to Protect the US Armed Forces: Heritage, Current Practice, and Prospects” Sangat lucu jika mereka mau bunuh diri dengan melemahkan dan membodohi pasukan perang mereka dengan imunisasi.
Jurnal tersebut bisa di akses di: http://epirev.oxfordjournals.org/content/28/1/3.full
3. WHO juga sedang meneliti pengembangan imunisasi tanpa menggunakan unsur binatang sebagaimana kita jelaskan sebelumnya.
Uang dibalik imunisasi?
Jika memang ada bisnis uang orang-orang Yahudi di balik imunisasi, maka ini perlu ditinjau lagi, karena Indonesia sudah memproduksinya sendiri, misalnya PT. Bio Farma. Jika memang mereka ingin memeras negara muslim, mengapa mereka tidak monopoli saja, tidak memberikan teknologinya kepada siapa pun.
Imunisasi tidak menjamin 100%
Tidak ada yang obat yang bisa menjamin 100% kesembuhan dan menjamin 100% pencegahan. Semua tergantung banyak faktor, salah satunya adalah daya tahan tubuh kita. Begitu juga dengan imunisasi, sehingga beberapa orang mempertanyakan imunisasi hanya karena beberapa kasus penyakit campak, padahal penderita sudah diimunisasi campak.
Semua obat pasti ada efek sampingnya
Bahkan madu, habbatussauda, dan bekam juga ada efek sampingnya, hanya saja kita bisa menghilangkan atau meminimalkannya jika sesuai aturan. Begitu juga dengan imunisasi yang dikenal dengan istilah KIPI [Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi]. Misalnya, sedikit demam, dan ini semua sudah dijelaskan dan ada penanganannya.
Anak yang tidak imunisasi lebih sehat?
Ada pengakuan bahwa anaknya yang tidak diimunisasi lebih sehat dan pintar dari yang diimunisasi. Maka kita jawab, bisa jadi itu karena faktor-faktor lain yang tidak terkait dengan imunisasi, dan perlu dibuktikan. Banyak orang-orang miskin dan kumuh anaknya lebih sehat dan lebih pintar dibandingkan mereka yang kaya dan pola hidupnya sehat. Apakah kita akan mengatakan, jadi orang miskin saja supaya lebih sehat? Kita tahu sebagian besar anak Indonesia diimunisasi dan lihatlah mereka semuanya banyak yang pintar-pintar dan menjuarai berbagai olimpiade tingkat internasional. Apakah kita kemudian akan mengatakan, ikut imunisasi saja supaya bisa menjuarai olimpiade tingkat internasional? Sehingga, jangan karena satu dua kasus, kemudian kita menyamakannya pada semua kasus.
Penelitian tentang kegagalan imunisasi dan vaksin yang setengah-setengah
Umumnya penelitian-penelitian ini adalah penelitian tahun lama yang kurang bisa dipercaya, mereka belum memahami benar teori imunologi yang terus berkembang. Kemudian tahun 2000-an muncul kembali yaitu peneliti Wakefield dan Montgomerry yang mengajukan laporan penelitian adanya hubungan vaksin MMR dengan autism pada anak. Ternyata penelitian ini tidak menggunakan paradigm epidemiologik, tetapi paradigma imunologi atau biomolekuler yang belum memberikan bukti shahih. Bukti juga masih sepotong-potong. Baik pengadilan London maupun redaksi majalah yang memuat tulisan ini akhirnya menyesal dan menyatakan bukti yang diajukan lemah dan kabur. [Pedoman Imunisasi di Indonesia hal 366-367]
Keberhasilan vaksin memusnahkan cacar [smallpox] di bumi
Bukan cacar air [varicella] yang kami maksud, tetapi cacar smallpox. Yang sebelumnya mewabah di berbagai negara dan sekarang hampir semua negara menyatakan negaranya sudah tidak ada lagi penyakit ini.
“Following their jubilant announcement in 1980 that smallpox had finally been eradicated from the world, the World Health Organization lobbied for the numbers of laboratories holding samples of the virus to be reduced. In 1984 it was agreed that smallpox be kept in only two WHO approved laboratories, in Russia and America
“Setelah pengumuman gembira mereka pada tahun 1980 bahwa cacar akhirnya telah diberantas dari bumi, WHO melobi agar jumlah laboratorium yang memegang sampel virus bisa dikurangi. Pada tahun 1984, disepakati bahwa (virus) cacar hanya disimpan di dua laboratorium yang disetujui WHO, yaitu di Rusia dan Amerika.
Lihat bagaimana dua negara adidaya saat itu yang saling berperang berusaha mendapatkan ilmu ini dengan menyimpan bibit penyakit tersebut. Jika ini hanya main-main dan bohong belaka, mengapa harus diperebutkan oleh banyak negara dan akhirnya dibatasi dua Negara saja. Lihat juga karena vaksinlah yang menyelamatkan dunia dari wabah saat itu, dengan izin Allah Ta’ala.
Dukung Imunisasi Polio Pemerintah
Kita tidak boleh memaksa, kita hanya bisa mengarahkan. Sama dengan wabah cacar, maka polio juga menjadi sasaran pemusnahan di muka bumi. Oleh karena itu, semua orang harus ikut serta sehingga virus polio bisa musnah di muka bumi ini. Jika ada beberapa orang saja yang masih membawa virus ini kemudian menyebar, maka program ini akan gagal. Di Indonesia pemerintah mencanangkannya dengan “Indonesia Bebas Polio”. Mengingat penyakit in sangat berbahaya dengan kemunculan gejala yang cepat.
Mungkin kita harus belajar dari kasus yang terjadi di Belanda. Di sana, ada daerah-daerah yang karena faktor religius, mereka menolak untuk divaksin, biasa disebut “Bible Belt”, mereka tersebar di beberapa daerah di Belanda. Akibatnya, terjadi outbreak (wabah) virus Measles antara tahun 1999-2000 dengan lebih dari 3000 kasus virus Measles dan setelah diteliti ternyata terjadi di daerah-daerah yang didominasi oleh orang-orang Bible Belt. Padahal kita tahu, sejak vaksin Measles berhasil ditemukan tahun 1965-an [sekarang vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)], kasus Measles sudah hampir tidak ada lagi.
Maka ini menjadi pelajaran bagi kita, ketika daya tahan tubuh kita tidak memiliki pertahanan tubuh spesifik untuk virus tertentu, bisa jadi kita terjangkit virus tersebut dan menularkannya kepada orang lain bahkan bisa jadi menjadi wabah. Karena bisa jadi, untuk membangkitkan daya tahan spesifik terhadap serangan virus tertentu yang berbahaya, sistem imunitas kita kalah cepat dengan serangan virusnya, sehingga bisa barakibat fatal. Dan inilah yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Itulah mengapa pemerintah sangat ingin agar imunisasi bisa mencakup hampir 100% anak, agar setiap orang mempunyai daya tahan tubuh spesifik terhadap virus tersebut. [dua paragraf di atas adalah tambahan dari editor, Jazahumullahu khair atas tambahan ilmunya]
Keberhasilan teori dimana teori tersebut menjadi dasar teori imunisasi
Imunisasi dibangun di atas teori sistem imunitas (sistem pertahanan tubuh) dengan istilah-itilah yang mungkin pernah didengar seperti antibodi, immunoglubulin,  sel-B, sel-T, antigen, dan lain-lain. Teori inilah yang melandasi ilmu kedokteran barat yang saat ini digunakan oleh sebagian besar masyarakat dunia. Dan sudah terbukti.
Bagaimanakah sebuah obat penekan sistem imunitas bekerja seperti kortikosteroid, bagaimana obat-obat yang mampu meningkatkan sistem imun. Bahkan habbatussauda pun diteliti dan sudah ada jurnal kedoktean resmi yang menyatakan bahwa habbatussauda dapat meningkatkan sistem imun. Semua dibangun di atas teori ini. Dan masih banyak lagi, misalnya vaksin bisa ular.  Bagaimana seorang yang digigit ular berbisa kemudian bisa selamat dengan perantaraan vaksin ini. Vaksin tetanus, rabies, dan lain-lainnya
Demikian yang dapat kami jabarkan, kami tidak memaksa harus mendukung imunisasi. Tetapi silahkan para pembaca yang menilai sendiri. Yang terpenting adalah kami telah menyampaikan cara menyikapi pro dan kontra imunisasi. Kami juga tetap berkeyakinan bahwa pengobatan nabawi adalah yang terbaik, seperti madu, habbatussauda, dan lain-lain. Sehingga jangan ditinggalkan hanya karena sudah diimunisasi.

Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Kami terbuka untuk berdiskusi karena belum tentu kami yang benar. Kebenaran hanya milik Allah Ta’ala semata.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
22 Syawwal 1432 H, Bertepatan  21 September 2011
Penyusun:  dr. Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
Muraja’ah:
1. Ustadz Aris Munandar, SS. MA.
Guru agama kami, kami banyak mengambil ilmu agama dari beliau
2. Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST.
Senior dan guru bahasa Arab kami, sering membimbing dan menyemangati kami dalam menuntut ilmu agama, beliau adalah mahasiswa Jami’ah Malik Su’ud Riyadh KSA (Master of Chemical Engineering), rutin mengikuti kajian harian Syaikh Sholeh Al Fauzan dan kajian pekanan Syaikh Sa’ad Asy Syitsri.
Editor medis: dr. Muhammad Saifudin Hakim
seorang penulis buku, dosen di Fak. Kedokteran UGM, kakak tingkat kami di Fakultas Kedokteran UGM
sedang menempuh S2 Research Master of Infection and Immunity
di Erasmus University Medical Centre Rotterdam, Netherlands
Semoga Allah menjaganya di sana dan pulang ke Indonesia dengan Ilmu yang dibawa.