LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING KE IV
BLOK TROPICAL MEDICINE
“MALARIA SEREBRAL”
Tutor : dr. Joko Setyono,MSc
KELOMPOK II
Indah Adhiarini Sukma G1A008022
Prima Aditya Wicaksana G1A008034
Annisa Hema Izati G1A008039
Bintang Getarto Prabowo G1A008041
Annisa Amalia F G1A008050
Virgiana Putri Astari G1A008057
Shella Shalis Jamilah G1A008070
Amma F Muiza G1A008080
Wiwin Noviyanti G1A008084
Rizky Tejo Hutomo G1A008085
Noni Frista Al-Azhari G1A008088
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Problem Based
Learning (PBL) merupakan suatu metode pengajaran yang melatih keaktifan
mahasiswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga dapat memperluas
wawasan dan pengetahuan mahasiswa. Tujuan dari kegiatan Problem Based Learning
ini adalah agar mahasiswa tidak monoton terpaku dalam materi kuliah yang
diberikan oleh dosen pada saat kuliah, tetapi lebih aktif dalam mencari
sumber-sumber lain yang relevan dengan materi kuliah. Sehingga nantinya
mahasiswa akan dapat malatih untuk berpikir kritis, berusaha mencari apa yang
masih kurang jelas, dan tentunya dapat melatih keterampilan berkomunikasi di forum dengan peraturan-peraturan yang
sudah ditentukan.
Problem Based
Learnig (PBL) kasus IV blok
Tropical Medicine merupakan suatu wadah diskusi yang digunakan oleh mahasiswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran sebagai bekal menjadi dokter umum. Dalam PBL kali ini
membahas tentang kasus penyakit malaria.
Dalam
diskusi ini kami sedikit mengalami hambatan karena masih sedikit ilmu yang kita
dapatkan. Oleh karena itu, disinilah perlu adanya PBL kita lakukan agar kita
dapat saling menukar ilmu dan informasi antara satu dengan yang lain. Akan tetapi di dalam berdiskusi, informasinya
harus didasari referensi yang diakui kebenarannya, misalnya text book atau
jurnal.
Mahasiswa
diberikan sebuah skenario tentang sebuah masalah yang tejadi di masyarakat.
Mahasiswa diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan
langkah-langkah yang ada.
Dengan adanya
sistem pembelajaran seperti ini mahasiswa diharapkan dapat menjadi lebih aktif
dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setelah PBL mahasiswa diharapkan dapat
menguasai outline yang diberikan dalam bentuk skenario, dan menganalisa
permasalahan-permasalahan yang timbul dengan pendekatan yang komprehensif,
terintegrasi, dan sistematis.
BAB II
PEMBAHASAN
INFORMASI I
Tn. Reno (36 tahun) datang ke IGD Rumah Sakit
dengan keluhan demam terus menerus sejak 10 hari yang lalu. Keluarga pasien
mengatakan bahwa 6 jam sebelum datang ke IGD Rumah Sakit pasien tidak sadar dan
kejang.
A.
Klarifikasi istilah
Kejang
adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara cepat
dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di
otak, dapat karena kelainan intrakranial, ekstrakranial, atau metabolik
(Nelson, 1994; Wikipedia, 2008).
Bangkitan kejang
berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang
menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental
atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar
Wahidiyah, 1985).
B.
Batasan Masalah
-
Identitas pasien : Laki-laki
Umur : 36 tahun
-
KU : Demam
terus menerus
-
Onset : 10
hari yang lalu
-
Kronologis
: keluarga pasien mengatakan bahwa 6
jam sebelum datang ke IGD Rumah Sakit pasien tidak sadar dan kejang.
INFORMASI II
Dari
anamnesis lanjutan sebelum tidak sadarkan diri, Tn. Reno mengeluh panas yang
didahului dengan menggigil. Suhu naik- turun, napas menjadi cepat, dan kemudian
berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan
sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. BAK tidak ada keluhan.
Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak
yang lemah sesisi. Tidak ada anggota keluarga maupun tetangga yang sakit
serupa. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke Papua dan pulang ke
Purwokerto akibat sakitnya. Tidak ada riwayat transfuse sebelumnya.
PF : Kesadaran
GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjunctiva palpebra anemis, sclera ikterik,
kaku kuduk (-), thorax dbn, Abdomen : H/L tak teraba, reflek patella (+/+N) dan
reflek Babinsky (-).
INFORMASI III
Dari
pemeriksaan Laboratorium didapatkan Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, darah malaria
tebal dan tipis didapatkan hasil P. falciparum (+) dengan kepadatan 13.800
parasit/uL. Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada
fasilitas. Tn Reno didiagnosis sebagai malaria berat dengan komplikasi: malaria
serebral dan anemia berat.
Sasaran belajar :
1. Anamnesis
2. Macam-
macam penyebab kejang
3. Klasifikasi
kejang
4. Mekanisme
kejang
5. Differential
diagnosis
6. Pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan
C. Analisis masalah
1. Anamnesis
a.
Keluhan utama
b.
Onset
c.
Kronologis :
pola demam
d.
Kualitas
e.
Kuantitas
f.
Faktor yang memperberat
g.
Faktor yang memperingan
h.
Gejala Penyerta :
menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot, pegal- pegal, perdarahan
i.
Obat yang sedang dikonsumsi : apakah sedang mengkonsumsi obat malaria
RPD
1. Pernah
menderita malaria
2. Riwayat
transfusi darah
3. Pernah
ada luka / trauma
4. Riwayat
kejang
5. Pola
demam
6. Pernah
ke daerah endemis malaria
RPK
1. Ada
keluarga yang mengalami gejala sakit yang sama
RPSos
1. Kondisi
lingkungan : sanitasi, iklim, cuaca
2. Perekonomian
3. Habits/
kebiasaan
4. Ada
tetangga / kerabat yang menderita gejala penyakit yang sama
2. Macam-
macam penyebab kejang
1.
Gangguan
vaskuler
a.
Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan
asfiksia yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b.
Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa
perdarahan di sub kranial atau subdural.
c.
Trombosis
d.
Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e.
Sindroma hiperviskositas
2.
Gangguan
metabolisme
a.
Hipokalsemia
b.
Hipomagnesemia
c.
Hipoglkemia
d.
Amino Asiduria
e.
Hipo dan hypernatremia
f.
Hiperbilirubinemia
g.
Difisiensi
dan ketergantungan akan piridoksin.
3.
Infeksi
a.
Meningitis
b.
Enchepalitis
c.
Toksoplasma kongenital
d.
Penyakit cytomegali inclusion
4.
Toksik
a.
Obat convulsion
b.
Tetanus
c.
Echepalopati timbal
d.
Sigelosis Salmenalis
5.
Kelainan
kongenital
a.
Paransefali
b.
Hidrasefali
6.
Lain- lain
a.
Narcotik withdrawal
b.
Neoplasma
3. Klasifikasi
Kejang
Secara umum kejang
diklasifikasikan menjadi kejang parsial atau kejang generalisata berdasarkan
tingkat kesadarannya. Jika kesadaran utuh, maka disebut kejang parsial,
sedangkan jika kesadaran hilang disebut kejang generalisata (Lombardo, 2005).
1.
Kejang parsial
Kejang parsial dimulai di suatu
daerah di otak, biasanya kortek serebrum. Kejang parsial dapat dikategorikan
menjadi parsial sederhana dan parsial komplek (Lombardo, 2005).
2.
Kejang generalisata
Kejang generalisata disebabkan karena
adanya gangguan pada seluruh kortek serebrum dan diensefalon serta ditandai
dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di
kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berasal dari kejang fokal
(Lombardo, 2005).
Berdasarkan
etiologi penyakitnya, kejang dapat dibedakan menjadi epilepsi idiopatik dan
epilepsi simtomatik.
1.
Epilepsi idiopatik
Kejang pertama
terjadi pada umur kurang dari 20 tahun, kejang jenis ini disebut epilepsy
idiopatik atau primer, karena tidak ditemukan adanya lesi sentral, dan biasanya
berhubungan dengan riwayat penyakit keluarga (Lombardo, 2005)
2.
Epilepsi simtomatik
Kejang pertama biasanya terjadi
setelah berumur lebih dari 20 tahun, pada epilepsy simtomatik atau sekunder ini
kelainan serebrum yang mendorong respon terjadinya kejang. Penyebab tersebut
diantaranya :
a.
cedera kepala
b.
gangguan metabolik dan gizi (hipoglikemia,
fenilketonuria, defisiensi vitamin B)
c.
faktor toksik (intoksikasi alcohol, putus obat
narkotik, uremia)
d.
ensefalitis
e.
hipoksia
f.
gangguan sirkulasi
g.
gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalsemia
dan hiponatremia)
h.
neoplasma (Lombardo, 2005).
4. Klasifikasi
kejang
Tabel
4. Klasifikasi dan karakteristik kejang (Lombardo, 2005)
Klasifikasi
|
Karakteristik
|
PARSIAL
|
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah;
fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain
|
parsial sederhana
|
-
Dapat bersifat motorik, sensorik, autonomik, psikis
-
Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
|
parsial kompleks
|
Dimulai sebagai kejang parsial
sederhana; berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh
-
gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
-
beberapa kejang parsial komplek mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata
-
biasanya berlangsung 1-3 menit
|
GENERALISATA
|
Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan
fokal; bilateral dan sistemik; tidak ada aura
|
tonik-klonik
|
Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia
urin dan alvi; menggigit lidah; fase pasca iktus
|
Absence
|
Sering salah diagnosis sebagai
melamun
-
menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar, atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak hilang
-
berlangsung beberapa detik
|
Mioklonik
|
Kontraksi mirip syok mendadak yang
terbatas di beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat
|
Atonik
|
Hilangnya tonus otot secara mendadak
disertai lenyapnya postur tubuh (drop
attack)
|
Klonik
|
Gerakan menyentak, repetitive, tajam,
lambat, dan tunggal atau multiple di lengan, tungkai, atau torso
|
Tonik
|
Peningkatan mendadak tonus otot
wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai
-
mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
-
dapat menyebabkan henti napas
|
5. Mekanisme
kejang
(Lombardo, 2005)
6.
Differential diagnosis
I.
Malaria
a.
Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik,
yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis
berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria
merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi
Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran
limpa.
b.
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang
disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam
yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau
skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya
sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa
gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan
splenomegali.
Hampir semua kematian akibat malaria
disebabkan oleh P. falciparum. Pada
infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut:
1. Malaria serebral, derajat kesadaran
berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau
hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/μl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari
400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah
dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40
mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan
sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature
kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung,
gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan
koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2
kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidemia (Ph<7,25) atau
asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh
karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan
Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan
ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.
c. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti
diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan
pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.
Anamnesis:
1.
Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan
dapat
2.
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot
dan pegal-pegal.
3.
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu
yang lalu
4.
ke daerah endemik malaria.
5.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
6.
Riwayat sakit malaria.
7.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
8.
Riwayat mendapat transfusi darah.
9.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka
penderita malaria berat,dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
a.
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b.
Keadaan umum yang lemah.
c.
Kejang-kejang.
d.
Panas sangat tinggi.
e.
Mata dan tubuh kuning.
f.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
g.
Nafas cepat (sesak napas).
h.
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
i.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai
kehitaman.
j.
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
k.
Telapak tangan sangat pucat.
Pemeriksaan Fisik
a.
Demam (≥37,5oC)
b.
Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
c.
Pembesaran limpa
d.
Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat
ditemukan tanda-tanda klinissebagai berikut:
a.
Temperature rectal ≥40oC.
b.
Nadi capat dan lemah.
c.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa
dan <50 mmHg pada anak-anak.
d.
Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa
atau >40 kali
e.
permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada
anak dibawah 1
f.
tahun.
g.
Penurunan kesadaran.
h. Manifestasi
perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
10. Tanda-tanda
dehidrasi.
a.
Tanda-tanda anemia berat.
b.
Sklera mata kuning.
c.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
d.
Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
e. Gejala
neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan
laboratoris demam malaria pada penderita adalah mikroskopik untuk menemukan
parasit di dalam darah tepi.
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk
menentukan:
a.
Ada/tidaknya parasit malaria.
b. Spesies
dan stadium Plasmodium
c.
Kepadatan parasit
Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan
parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10
parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100
parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10
parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10
parasit dalam 1 LPB
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung
permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah tipis.
2.
Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid
Diagnostic Test) Mekanisme kerjanya berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria menggunakan metoda immunokromatografi
dalam bentuk dipstik.
3.
Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat
minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru
terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap
sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.
II.
Demam Tifoid
Manifestasi klinis pada anak
umumnya bersifat lebih ringan, pada dewasa lebih bervariasi. Akibatnya lebih
sulit menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak terutama makin muda umur penderita
bila hanya berpegang pada gejala atau tanda – tanda klinis (Soedarmo et al,, 2008).
Masa inkubasi rata – rata
bervariasi 7 – 20 hari, inkubasi terpendek 3 hari terlama 60 hari, dikatakan
bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan,
keadaan umum / status gizi serta status imunologis penderita. Secara garis
besar gejala - gejala yang timbul dapat dikelompokkan :
a.
Demam satu minggu atau
lebih
b.
Gangguan saluran
pencernaan
c.
Gangguan kesadaran
Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan yang meningkat. Pada
minggu kedua gejala yang timbul berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran
hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang
ringan sampai berat (Rampengan, 1997).
Demam
yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang
dewasa, kadang- kadang mempunyai gambaran klasik berpa stepwise pattern, dapat
pula mendadak tinggi dan remiten ( 39- 41ºC ) serta dapat pula bersifat
ireguler terutama pada bayi (Rampengan, 1997).
Lidah
tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda –
tanda antara lain, lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila
penyakit makin progresif akan terjadi desquamasi epitel sehingga papilla lebih
prominen (Soedarmo, 2008).
Pada
demam tifoid sering disertai anemia dari ringan sampai sedang dengan
peningkatan laju endap darah, gambaran eritrositnya normokrom normositer,
diduga oleh karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus.
Tidak selalu didapatkan leucopenia, sering leukosit dalam batas normal dan
dapat pula leukositosis terutama bila disertai dengan komplikasi lain.
Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis
relative, aneosinofilia, dapat shift to
left maupun to the right
tergantung dari perjalanan penyakit. Gambaran sumsum tulang menunjukkan
normoseluler, eritroid, dan myeloid system normal, jumlah megakariosit dalam
batas normal (Suharti, 2001).
III.
Meningitis
A. Definisi
Meningitis
adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan
oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan
pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
B. Etiologi
1. Bakteri;
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur
membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.
C. Gejala meningitis diakibatkan dari
infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala
dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas
nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher.
b. Tanda
kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
b. Tanda
brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu
sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
c. Mengalami
foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
d. Kejang
akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen
dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda- tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
e. Adanya
ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
f. Infeksi
fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba muncul,
g. lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
D. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a.
Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan
keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS
biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya
normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2.
LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ).
3.
Glukosa serum : meningkat ( meningitis ).
4.
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan
peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
5.
Elektrolit darah :Abnormal .
6.
ESR/LED : meningkat pada meningitis
7.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat
mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8.
MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel; hematom
daerah serebral, hemoragik atau tumor
9.
Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber
infeksi intra kranial.
IV.
Stroke
Definisi stroke menurut World Health
Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain selain vaskuler.
Gejala klinis :
1.
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti
meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
2.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
3.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar
dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
4.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
5.
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan
gejala karakteristik perdarahan
6.
subarakhnoid.
7.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau
takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak
8.
keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan
pernafasan.
DIAGNOSIS
Diagnosis
didasarkan atas hasil :
1. Penemuan
klinis
Anamnesis :
a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang mendadak
b. Tanpa trauma kepala
c. Adanya faktor resiko GPDO
d. Adanya defisit neurologi fokal
e. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
f. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya
a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang mendadak
b. Tanpa trauma kepala
c. Adanya faktor resiko GPDO
d. Adanya defisit neurologi fokal
e. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
f. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya
2. Pemeriksaan
penunjang
Stroke
dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :
1.
CT Scan dan MRI
2.
Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari
stroke. CT scan
3.
menunjukkan gambaran hipodens
4. Ekokardiografi
Pada dugaan
adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau transesofageal)
3. Ultrasound
scan arteri karotis
Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis. Disini dipakai prinsip
doppler untuk menghasilkan continuous wave untuk mendeteksi derajat stenosis
secara akurat, serta juga pulsed ultrasound device yang dikaitkan dengan
scanner (duplex scan)
4. Intra arterial digital substraction angiografi
Bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat
5. Transcranial Doppler
Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang
tersumbat
6. Pemeriksaan
darah lengkap
Perlu untuk
mencari kelainan pada cairan darah sendiri
7. Pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1.
Apus darah
tepi
a.
Tebal : ada
tidaknya Plasmodium
b.
Tipis :
identifikasi spesies Plasmodium/tingkat parasitemia
2.
Pemeriksan
kepadatan parasit ditentukan secara
a.
Semi-kuantitatif
: jumlah parasit per 100 LPB
b.
Kuantitatif
dengan menghitung jumlah parasit per 200 lekosit (pada tetes tebal) atau per
1000 eritrosit pada sediaan tipis.
Pemeriksaan dilakukan tiap 6 jam sampai 3
hari berturut-turut
3.
Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan adalah HRP-2 (histidine rich protein 2) atau enzim
parasite lactate dehydorgenase (p-LDH).
4.
QBC (semi
quantitative buffy coat )
Prinsip
dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat
acridine orange akan
mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC adalah cepat tapi
tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
5.
Rapid Manual Test
RMT
adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan dipstick.
Hasilnyasegera diketahui dalam 10 menit.
Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah
pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita walaupun
parasitemia rendah.
Sedangkan untuk
memeriksa komplikasi yang terjadi dapat menggunakan pemeriksaan berikut:
a.
GDS (gula darah sewaktu) untuk mengetahui kondisi
hipoglikemia pada pasien
b.
Ureum-Kreatinin untuk memeriksa fungsi ginjal
c.
SGOT-SGPT untuk mengetahui fungsi hati pasien
d.
Darah rutin untuk mengetahui keparahan anemia pasien.
(Basuki dan
Widodo, 2006; Mandal, Wilkins, Dunbar, dkk., 2008).
V.
Sepsis
Definisi
Sepsis
adalah kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di seluruh tubuh yang
disebabkan oleh infeksi.
Gejala yang
berhubungan dengan kasus: demam dengan fokal infeksi yang jelas (missal ISPA,
ISK, pneumonia), gangguan kesadaran yang biasanya disebabkan oleh SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome), (Balentine, 2011)
Sasbel Tutorial II
1. Tipe
demam malaria
2. Mekanisme
kajang dan inhibisinya
3. Mekanisme
ikterik pada malaria serebral
4. Tipe-
tipe plasmodium dan malaria yang disebabkannya
Analisis masalah
1.
Tipe demam malaria:
A. Hari
pertama dan ketiga terjadi demam disebutkan dengan nama demam tertian. Namun,
pada hari kedua demam akan hilang. Contoh plasmodium yang menyebabkan demam ini
adalah plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium falciarum.
B. Hari
pertama dan hari keempat terjadi demam disebut dengan nama demam quartana.
Namun, demam ini pada hari kedua dan ketiga akan hilang. Contoh plasmodium yang
menyebabkan demam ini adalah plasmodium malariae.
C. Referensi
lain menyebutkan:
1)
Plasmodium vivax : demam tertian (demam tia hari
ketiga)
2)
Plasmodium falciparum : demam tiap 24-48 jam
3)
Plasmodium malaria : demam tiap hari keempat
4)
Plasmodium ovale : demam dengan paling ringan, sering
sembuh spontan, jarang relaps
D. Gejala
umum demam: (trias malaria)
1)
Periode dingin:
a.
Menggigil
b.
Kulit dingin dan kering
c.
Pucat sampai dengan sianosis
d.
Suhu tubuh terus meningkat
e.
Durasi selama 15 menit sampai dengan satu jam
2)
Periode panas:
a.
Muka merah
b.
Kulit panas dan kering
c.
Nadi teraba cepat
d.
Suhu sekitar 40 derajat celcius
e.
Pernapasan meningkat
f.
Nyeri kepala
g.
Nyeri retroorbital
h.
Muntah
i.
Syok
j.
Tekanan darah menurun
k.
Delirium sampai dengan kejang pada anak
l.
Durasi lebih lama dari fase dingin sekitar dua jam atau
lebih
3)
Periode berkeringat:
a.
Terjadi dari temporalke seluruh tubuh
b.
Suhu tubuh menurun
c.
Terasa lelah dan sering tidur
d.
Bila bangun tidur terasa sehat
E.
Patofisiologi:
Plasmodium akan melepaskan 18-24
merozoit kedalam sirkulasi
Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke
dalam sel res di limpa
Mengalami fagositosis dan filtrasi
Merozoit yang lolos akan menginvasi
eritrosit
Selanjutnya parasit akan berkembang
biak secara sexual di dalam eritrosit
Parasit didalam sel
darah merah akan alami stadium matur
Eritrosit parsit stasium matur akan
alami penonjolan membentuk knob dengan hrp1
Sebagai komonen utama
bila eritrosit parasit alami merogoni akan merangsnag TNF alfa dal IL-1
Akan terbawa aliran darah sampai ke
endotel hypothalamus
Keluarkan prostaglandin
Aktivasi siklik AMP hypothalamus
Peningkatan set point hypothalamus
Hasilkan panas atau demam
2. Mekanisme
kejang dan inhibisinya
(Lombardo, 2005)
3. Mekanisme
ikterik pada malaria serebral
Perlekatan
anatar eritrosit parasit stadium matur pada permukaan endotel vaskuler
(sitoadherensi)
Kemudian berkembang
parasit eritrosit matur tinggal di jaringan mikrovaskuler (sekuestrasi)
Sekustrasi bisa terjadi
di organ vital, salah satunya hepar
Di hepar merupakan tempat sel darah merah akan dihemolisis
atau diuraikan menjadi heme
Menghasilkan bilirubin (berwarna kuning/jaundice/ikterik)
Sedangakn diketahui bila parasit pada plasmodium akan
menempel di sel darah merah
Sehingga memecah sel darah merah lebih banyak dari batas
normal
Kemudian hemolisis yang akan terjadi banyak
Kadar bilirubin yang diproduksi meningkat
Biilirubin berlebihan yang melewati kapasitas pengangkutan
albumin dengan mudah meniggalakan sistem sirkulasi dan masuk ke jaringan
ekstravaskuer
Ikterik/jaundice
4. Tipe-
tipe plasmodium dan malaria yang disebabkannya
No
|
Perbandingan Klinik
|
P. vivax
|
P. Ovale
|
P. Malariae
|
P. Falciparum
|
1
|
Masa inkubasi
|
10-17 hari
|
10-17 hari
|
18-40 hari
|
8-11 hari
|
2
|
Gejala prodromal
|
|
|
|
|
|
Berat penyakit
|
++
|
+
|
++
|
+
|
3
|
Pola awal demam
|
Tidak teratur/ quotidian
|
Tidak teratur/ quotidian
|
Teratur – 72 jam
|
Remiten, kontinyu, quotidian
|
4
|
Periodisitas
|
40 jam
|
48 jam
|
Teratur 72 jam
|
36-48 jam
|
5
|
Paroksismal awal
|
|
|
|
|
|
Beratnya
|
Sedang berat
|
ringan
|
Sedang berat
|
Berat
|
|
Jangka waktu rata-rata
|
10 jam
|
10 jam
|
11 jam
|
16-36 jam
|
6
|
Anemia
|
++
|
+
|
+
|
++++
|
7
|
Kelainan SSP
|
+
|
+
|
+
|
++++
|
8
|
Sindrom nefrotik
|
+
|
+
|
++++
|
+
|
9
|
relaps
|
ya
|
tidak
|
tidak
|
Mungkin tapi sangat jarang
|
10
|
Epidemiologi
|
Tropis, subtropics, iklim sedang
|
Bagian tengah afrika barat dan
kepulauan pasifik selatan
|
sporadis
|
Di daerah tropis
|
11
|
Sel darah merah yang diinfeksi
|
Sel muda
|
Sel muda
|
Sel tua
|
Semua sel
|
12
|
Morfologi
|
|
|
|
|
|
SDM
|
membesar
|
Membesar dengan tipe berumbai
|
membesar
|
Sama besar
|
|
Titik shuffner
|
Ada setelah 8-10 jam
|
Terlihat pada permulaan
|
-
|
-
|
|
cincin
|
tipis
|
Tebal, inti besar,n lebih kecil
dari vivax
|
Tebal, inti besar
|
Cincin multiple
|
|
tropozoit
|
Sangat ameboid
|
Kurang ameboid
|
Membentuk pita melintang sel
|
|
|
Gametosit
|
bulat
|
Bulat dengan tepi tidak rata
|
Bulat lebih kecil dari vivax
|
Berbentuk bulan sabit
|
(Gracia,
1996)
5.
Siklus hidup plasmodium:
A. Daur hidup
parasit malaria pada nyamuk (sexual)
B. Daur hidup
parsit malaria pada manusia (asexual) :
1) Stasium
hati (exo-erytrocitic skizogoni):
Saat nyamuk
anopheles betina menggigit manusia sporozoit dalalm air liur nyamuk masuk
berdarah dalam setengah samapi sejam sporozoit tiba dihati dan infeksi sel
hati. Kemudian terjadi reproduksi asexual atau proses skizogoni, masih belum
jelas bagaimana sporozoit bis bertahan hidup dr perbedaan suhu. Selanjutnya
sporozoit akan berkembang menjadi skizon, bradisporozoit, hipnozoit. Fase
hipnozoit ini merupakam proses skizogoni dan laten dalam 8 sampai 9 bulan, fase
ini belum berkembang menjadi skizon jaringan sehingga suatu saat hipnozoit
aktif kembali kemudian alami mengalami pembalahan (proses skizogoni) kemudian
terjadi gejala relaps lagi.
Sporozoit
selanjutnya akan melakukan pembalahan sel menjadi skizon muda dan skizon
matang. Selama proses ini hepatosit terinfeksi dan membesar menjadi merozoit
(hidup sangat singkat dan garus segera masuk kedalam eritrosit) sehingga
bersifat sangat motil karena kontraksi jaringan mikrotubulus dan kontraktil
aktin.
Gambar
1. Siklus hidup nyamuk Anopheses (Liver Stages)
2) Stadium
darah / skizogoni eritrositik/ reproduksi asexual stadium darah
Merozoit dilepaskan
dari hepatosit ke darah menginvasi eritrosit dalam 4 tahap:
a. Perlekatan
merozoit dengan eritrosit
b. Perubahan
bentuk mendadak eritrosit terinfeksi
c. Invaginasi
membrane eritrosit dimana parasit melekat
d. Pembentukan
kantong merozoit
Kemudian terjadi
penutupan kembali membrane eritrosit disekelilingi parasit, selanjutnya
merozoit masuk melalui proses endositosis dan dinding sel darah merah menutup
kemabli dengan proses berlangsungnya selama 20 detik. Setelah 12 -24 jam tampak
pigmen hematin sisa penguraian dari sel daah merah pada sitoplasma dan parasit
kemudian berbentuk sebagai sel tunggal yaitu tropozoit kemudian terjadi
pembelahan nucleus menjadi matur dan terjadi proses sizogoni dan pembentukan
beberapa merozoit.
Parasit butuh bahan
glukosa untuk pertumbuhan sehingga setelah masuk sel darah merah tampak tinggi
metabolism pada sel yang ternfeksi. Parasit juga butuh Hb dan macam-macam asam
nukleat untuk membentuk merozoit baru. Setelah itu tropozoit akan membelah
menjadi inti-inti kecil kemudian terjadi pembelahan sitoplasma dan terbentuk
skizon, terjadi pembelahan lagi dan perbanyakan organela sehingga terbentuk
merozoit dan skizon asal akan mengecil menjadi sisa korpus residual yang berisi
pigmen malaria. Setelah pembentukan merozoit selesai eritrosit akan rupture dan
meleaskan merzoit ke dalam plasma untuk menyerang eritrosit lain kemudian
proses baru.
Gambar 2.
Siklus Hidup Plasmodium falciparum (Pearson,
2009)
PEMBAHASAN MALARIA SEREBRAL
Definisi
Malaria adalah penyakit yang diakibatkan oleh parasit plasmodium melalui
gigitan nyamuk anopheles betina yang mengancam keselamatan jiwa.
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum stadium aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih
kelainan hiperparasitemia bila > 5% eritrosit dihinggapi parasit,
kesadaran menurun (delirium,stupor, koma), anemia berat (kadar Hb < 7,1
g/dl), ikterus(kadar bilirubin serum > 50 mmol/L), hipoglikemia (kadar glukosa
darah < 40mg/dl), gagal ginjal (kadar kreatinin serum > 30 mg/dl
dan diuresis < 400 ml/24 jam), hipertermia,suhu badan > 390 C, syok,
hipotensi, dan edema paru akut.
Etiologi
Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium.
Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.
Ada
4 jenis malaria pada manusia:
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium vivax
• Plasmodium malariae
• Plasmodium ovale.
Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax merupakan jenis yang paling sering
dijumpain, namun yang paling mematikan adalah jenis Plasmodium falciparum.
Epidemiologi
Hampir separuh populasi
Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang—tinggal di daerah endemik
malaria.11 Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih
hanya 10 persennya saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan.
Beban terbesar dari penyakit malaria ini
ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan
penyakit endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar Jawa-Bali juga
merupakan daerah risiko malaria.
Di Jawa Tengah dan Jawa Barat,
malaria merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases).
Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi
malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20 persen
di Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 200112
memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per
100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan.
Manifestasi malaria untuk
mereka yang tinggal di wilayah endemis lebih bervariasi pada bayi dan anak.
Banyak dari mereka meninggal karena malaria serebral dan manifestasi berat lain
yang sering terjadi antara umur enam bulan sampai tiga tahun pada anak yang
tinggal di wilayah endemis.
Faktor resiko
Sekitar separuh penduduk dunia memiliki resiko terhadap malaria,
terutama pada Negara berpenghasilan rendah.
Orang
yang bepergian dari wilayah bebas malaria menuju “hot spots” penyakit amat
rentan untuk terinfeksi.
Sebagian besar kasus dan kematian terjadi di sub sahara Afrika. Selain
itu, Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan sebagian wilayah Eropa juga
terinfeksi. Tahun 2006, malaria menyerang 109 negara dan kepulauan.
Resiko
khusus.
• Orang dengan sedikit atau tanpa kekebalan
tubuh yang pindah dari wilayah bebas malaria menuju wilayah dengan tingkat
penyakit malaria tinggi rentan terhadap penyakit tersebut.
• Wanita hamil tanpa kekebalan sangat beresiko
terhadap malaria. Kesakitannya dapat berakibat pada tingginya tingkat kelahiran
premature dan menyebabkan 10% kematian ibu maternal (meningkat 50% pada kasus
penyakit parah) setiap tahun.
• Wanita hamil dengan kekebalan tubuh kurang
akan beresiko terhadap anemia dan pertumbuhan janin yang tidak sempurna,
walaupun mereka tidak menampakkan tanda-tanda penyakit akut. Tiap tahun
diperkirakan 200.000 bayi meninggal akibat malaria selama kehamilan.
• Wanita hamil yang menderita HIV juga memiliki
resiko tinggi.
Tanda dan gejala
Gejala
awal yang sering – demam, sakit kepala, mual dan muntah – biasanya muncul 10
sampai 15 hari setelah terinfeksi. Bila tidak mendapatkan pengobatan yang
tepat, malaria dapat menyebabkan keseriusan dan sering berakhir dengan
kematian.
Kriteria Diagnosis
WHO mendefinisikan Malaria Berat sebagai
ditemukannya Plasmodium falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa
komplikasi dibawah ini :
- Malaria serebral : koma tidak dapat dibangunkan/lama penurunan kesadaran lebih dari 30 menit atau setelah serangan kejang dan tidak disebabkan oleh penyakit lain.
- Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15 gr%)pada hitung parasit > 10.000/uL ; bilamana anemianya hipokromik dan / atau mikrositik dengan mengesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
- Gagal ginjal akut (urin < 400ml/24 jam pada orang dewasa atau <12 mL/kbBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg%).
- Edema paru / ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome).
- Hipoglikemia : gula darah < 40 mg%. 6. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik < 70 mmHg (anak 1-5 tahun tekanan sistolik < 50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit mukosa > 1 drjt C.
- Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
- Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan para hipertermia.
- Asidemia (pH > 7,25) atau asidosis (plasma bicarbonat < 15 mmol/L).
- Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada seorang dengan defisiensi G6PD).
- Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.( Hadi U. 2008)
Penatalaksanaan
Malaria
Penanganan malaria berat yang cepat dan benar akan
menyelamatkan penderita dari kematian. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang
luas tentang manifestasi malaria berat, evaluasi fungsi organ yang terlibat,
deteksi parasit dengan cepat serta langkah-langkah tindakan dan pengobatan.
Penanganan Malaria berat secara garis besar terdiri dari 3 komponen, yaitu
9:13.16.19.20
A. Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui
pemeriksaan darah malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita
dengan dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:
1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi,
kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi
2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari
tempat tidur
3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi,
defekasi, edema paru karena over hidrasi
4. Monitoring;
temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam. Perhatikan timbulnya ikterus
dan perdarahan.
dan perdarahan.
5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil,
kejang dan tonus otot.
6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan
kebutuhan
7. Pertahankan
sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg, perhatikan warna dan
temperatur kulit
temperatur kulit
8. Cegah hiperpireksi
9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus,
maksimal 1500 ml bila tidak ada dehidrasi
10. Diet: porsi kecil dan sering, cukup
kalori, karbihidrat dan garam
11. Perhatiksn kebersihan mulut
12. Perhatikan diuresis dan defekasi,
aseptic kateterisasi
13. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan
keringkan
14. Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup
dengan kain/ gaas lembab
15. Perawatan anak:
hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan posisi kepala
sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.
sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.
B.
Pengobatan Untuk Parasit Malaria
1. Pemberian
Obat Anti Malaria (OAM)
Setelah
diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai Plasmodium falciparum sebagai
penyebab malaria berat.
Penggunaan OAM
pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat
diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah.
Oleh karenanya sering dipilih pemakaian obat per parenteral.
Karena
meningkatnya resistensi klorokuin maka WHO tahun 2006 merekomendasikan
pengobatan malaria dengan menggunakan obat ACT (Artemisin base Combination
Therapy) sebagai lini pertama pengobatan malaria, baik malaria tanpa
komplikasi atau malaria berat.5
a.
Derivat Artemisinin
Merupakan
pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat, mengingat keberhasilan selama
ini dan mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum yang resisten terhadap
klorokuin. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan terapi Artemisin sebagai lini
pertama untuk terapi malaria berat.11.22 Golongan artemisin yang dipakai untuk
pengobatan malaria berat
Tabel 1.
Dosis obat anti malaria pada malaria berat
OBAT ANTIMALARIA
|
DOSIS
|
Derivat Artemisinin
|
Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV,
selanjutnya 1,2 mg/kg setelah 12 jam, kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari,
jika pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM
pada hari I selanjutnya 1,6 mg/kg/hari (biasanya diberikan 160 mg dilanjutkan
dengan 80 mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral dengan
kombinasi Artesunat dan Amodiaquin selama 3 hari.
Arteether: 150 mg sekali sehari
intramuskular untuk 3 hari.
|
KINA
|
Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg /
kg BB diencerkan dalam 10 ml/kg BB (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse
dektrose dalam 4 jam.
Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg
/kgBB diencerkan dalam 10 ml/kg BB (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada orang dewasa
dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada anakanak tiap 2 jam, diulang tiap 12
jam, sampai pasien dapat makan.
Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam
sampai 7 hari.
|
Di Norway
Maret 2008, 9 orang pasien dengan malaria berat diterapi dengan Artesunat salah
satu pasien adalah ibu hamil trimester III, 7 orang kombinasi Artesunate dengan
Doksisiklin, I orang dengan Artesunate saja dan satu orang dengan kombinasi
Artesunate dengan Klindamisin, semua pasien sembuh dan tidak ada relap setelah
4 minggu terapi.
Suatu
penelitian besar di Asia tahun 2007 yang membandingkan terapi Artesunate
intravena dengan kina pada 1461 pasien malaria berat dimana Artesunate lebih
bermanfaat menurunkan angka kematian, dimana dengan terapi Artensunate angka
kematian 15 % dibanding dengan kinin angka kematian 22 %, disamping efek
samping Artesunate lebih rngan dari kina seperti hipoglikemia.
Suatu
penelitian Sequamat di Bangladesh, Myanmar, Indonesia, India mendapatkan
penurunan angka kematian 34,7 % dengan menggunakan Artesunate dibandingkan
dengan terapi Kina intra vena.
b. Kina
(kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin)
Kina merupakan
obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif
sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih sebagai obat
utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang
resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat dan cukup aman.
1.
Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau
meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan
pemanjangan QT interval / aritmia.
2. Kina
dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak memungkinkan.
Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan,
kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita dapat
minum per oral.
3.
Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu
diperiksa gula darah 8-12 jam
4.
Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil.
5. Bila
pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi
hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya
Pada
penelitian di Minahasa ternyata dosis awal 500 mg/8jam per infusmemberikan
mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dosis awal 1000mg.
Di AS untuk
daerah yang tidak resisten dengan klorokuin, klorokuin masih merupakan pilihan
untuk terapi malaria berat, sedangkan untuk daerah yang resisten dapat
diberikan kombinasi Atovaquane dan Proguanil, kombinasi kinin oral dengan
tetrasiklin/doksisiklin/klindamisin atau meflokuin.
c. Kinidin
Bila kina
tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan efektif. Dosis
loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik diberikan dalam 4 jam,
diteruskan dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan per oral
setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap kina,
kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
d. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum yang
sensitif terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan
tidak mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam
500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak
memungkinkan dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg BB
klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
e. Injeksi
kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
1)
Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
2)
Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin
2.
Exchange transfusion (transfusi
ganti)
Tindakan exchange
transfusion dapat mengurangi parasitemi dari 43% menjadi 1%.
Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk menurunkan parasitemia pada
malaria berat. Tindakan ini berguna mengeluarkan eritrosit yang berparasit,
menurunkan toksin parasit, serta memperbaiki anemia.
Indikasi
Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :4
1. Parasitemia >30 % tanpa
komplikasi berat
2. Parasitemia > 10 %
disertai komplikasi berat
3. Parasitemia >10% dengan
gagal pengobatan.
Komplikasi
tranfusi tukar 20
1. Overload cairan.
2. Demam, reaksi alergi
3. Kelainan metabolic
(hipokalsemia)
4. Penyebaran infeksi.
C.
Pengobatan Komplikasi
1. Pengobatan
malaria serebral
a.
Pemberian steroid pada malaria serebral, justru
memperpanjang lamanya koma dan menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni
dan perdarahan gastro intestinal
b.
Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan
hiperimunglobulin tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
c.
Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin,
asetilsistein merupakan obat-obatan yang pernah dicoba untuk malaria serebral
d.
Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
Pengobatan Pada Gagal Ginjal Akut
a. Cairan
Bila terjadi
oliguri infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai perhitungan kebutuhan cairan,
kalau produksi urin < 400 ml/24 jam, diberikan furosemid 40-80 mg. bila tak
ada produksi urin (gagal ginjal) maka kebutuhan cairan dihitung dari jumlah
urin +500 ml cairan/24 jam
b. Protein
Kebutuhan
protein dibatasi 20gram/hari (bila kreatinin meningkat) dan kebutuhan kalori
diberikan dengan diet karbohidrat 200 gram/hari
c. Diuretika
Setelah
rehidrasi bila tak ada produksi urin, diberikan furosemid 40 mg. setelah 2-3
jam tak ada urin (kurang dari 60cc/jam) diberikan furosemid lagi 80 mg,
ditunggu 3-4 jam, dan bila perlu furosemid 100- 250 mg dapat diberikan i.v
pelan.
d. Dopamin
Bila diuretika
gagal memperbaiki fungsi ginjal dan terjadi hipotensi, dopamin dapat diberikan
dengan dosis 2,5-5,0 ugr/kg/menit. Penelitian di Thailand pemberian dopamin
dikombinasikan dengan furosemide mencegah memburuknya fungsi ginjal dan
memperpendek lamanya gagal ginjal akut pada penderita dengan kreatinin
<5mg%. Pada kasus dengan kreatinin > 5mg% tidak bermanfaat.
e. Dialis
dini
Bila kreatinin
makin meningkat atau gagal dengan pengobatan diuretika dialisis harus segera
dilakukan. Indikasi dialisis secara klinis dijumpai gejala uremia, adanya tanda
overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia.
f. Tindakan
terhadap hiperkalemi (serum kalium >5,5 meg/L
Diberikan
regular insulin 10 unit i.v/ i.m bersama-sama 50 ml dekstrose 40% dan monitor
gula darah dan serum kalium. Pilihan lain dapat diberikan 10-20 ml 10% i.v
pelan-pelan.
g. Hipokalemi
Hipokalemi
terjadi 40% dari penderita malaria serebral. Bila kalium 3.0-3,5 meq/L
diberikan KCL perinfus25 meq, kalium 2.0-2,9 meq/L diberikan KCL perinfus 50
meq.
h. Hiponatremi
Hiponatremi
dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pada malariaserebral, hiponatremi
terjadi karena kehilangan elektrolit lewat muntah dan diare ataupun kemungkinan
sindroma abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD).
i.
Asidosis
Asidosis (pH
<7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan sering bersamaan
dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan pemberian bikarbonat.
2. Tindakan
terhadap malaria biliosa
Penanganan
malaria biliosa/malaria dengan ikterik tidak ada yang spesifik, tindakan yang
diberikan adalah sebagai berikut :
a.
Pemberian kina dosis awal 20 mg/kg boleh diberikan bila
24 sebelumnya tidak memakai kina. Bila setelah 48 jam keadaan umum belum
membaik, dosis kinin diturunkan setengahnya.
b.
Bila ikterik disebabkan karena intravaskuler hemolisis,
kina dihentikan dan diganti klorokuin dengan dosis 5mg/kg BB.
c.
Bila anoreksi berat berikan 10% glukose Iv, untuk
mencegah hipoglikemia.
d.
Pada hiperbilirubinemia berat sebaiknya dihindarkan
suntikan intra muskuler karena bahaya perdarahan/hematom/DIC.
e.
Vitamin K dapat diberikan 10mg/hari i/v selama 3 hari
untuk memperbaiki faktor koagulasi.
f.
Hati-hati dengan obat yang mengganggu fungsi hati
seperti parasetamol, tetrasiklin
g.
Pada ikterik berat dapat diberikan colesteramin
Bila pengobatan
malaria diberikan dengan adekuat maka penurunan bilirubin akan terjadi dengan
cepat pada hari ke 3 dapat turun lebih dri 50%
3. Hipoglikemia
Periksa kadar
gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat. Bila kadar gula
darah kurang dari 40mg% maka :
a.
Beri 50ml dekstrose 40% i.v dianjutkan dengan
b.
Glukosa 10% per infus 4-6 jam
c.
Monitor gula darah tiap 4-6 jam
d.
Bila perlu obat yang menekankan produksi insulin
seperti, glukagon atau somatostatin analog 50 mg subkutan.
4. Penanganan
blackwater fever
a.
Istirahat di tempat tidur, karena hemolisis memudahkan
terjadinya kegagalan jantung.
b.
Menghentikan muntah dan sedakan.
c.
Transfusi darah bila Hb < 6 gr% atau hitung
eritrosit < 2 juta/mm.
d.
Kina tidak dianjurkan pada blackwater fever dengan
G-6PD defisiensi.
e.
Monitor produksi urin, ureum dan kreatinin. Bila ureum
lebih besar 200 mg% dipertimbangkan dialisis.
5. Penanganan
Malaria Algid
Tujuan dalam
penangan malaria algid dengan syok yaitu memperbaiki gangguan hemodinamik,
dengan cairan atau dopamin.
6. Penanganan
Edema Paru
Edema paru
merupakan komplikasi yang fatal, oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya
dilakukan penanganan mencegah terjadinya edema paru:
a.
Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya menggunakan
monitoring dengan CVP. Pemberian cairan melebihi 1500 ml menyebabkan edema
paru.
b.
Bila anemi (HB<5gr%) transfusi darah diberikan
perlahan-lahan.
c.
Mengurangi beban jantung kanan dengan diuretika.
d.
Dapat dicoba pemberian vasodilator (nitro-prussid) atau
nitro-gliserin
e.
Perbaiki hipoksia dengan memberikan oksigen konsentrasi
tinggi.
7. Penanganan
anemi
Bila anemi
kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15% diberikan transfusi darah whole
blood atau packed cells.
8. Penanganan
terhadap infeksi sekunder/sepsis
Infeksi
sekunder yang sering terjadi yaitu pneumonia karena aspirasi, sepsis yang
berasal dari infeksi paru, infeksi saluran kencing karena pemasangan kateter.
Antibiotika yang dianjurkan sebelum diperoleh hasil kultur ialah kombinasi
ampisilin dan gentamisin, atau sefalosporin generasi ke III.
Pencegahan
PENCEGAHAN PRIMER
1. Tindakan terhadap manusia
a. Edukasi adalah faktor
terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau
petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah
mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang
terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria,
pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
b. Melakukan kegiatan
sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang
cara pencegahan malaria.
c. Proteksi pribadi,
seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian
lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan
menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
d.Modifikasi perilaku
berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat
nyamuk anopheles umumnya mengigit.
2. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan
gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak
dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya
tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah
digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia
di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal
untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram
basa.
Untuk mencegah terjadinya
infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian
obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan
perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan
atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari
daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan
tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan obat yang sama. Bagi
penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi penularan
malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk
perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian
pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat
besar.
3. Tindakan terhadap vector
a.
Pengendalian secara
mekanis
Dengan cara ini, sarang atau
tempat berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan
genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah
mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada
jendela dan jalan angin lainnya.
b.
Pengendalian secara
biologis
Pengendalian secara biologis
dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap
nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan
pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara
alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa
jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan
tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan
diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit
nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan,
sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu
memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat
dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena
nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak)
sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai
tameng untuk melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan
menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
c.
Pengendalian secara
kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi
adalah pengendalian serangga mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya
berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat
diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi
berkembang pesat.
PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif
melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan
pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis mikroskopis dan /atau RDT
(Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan
pelaporan kunjungan kasus malaria.
2. Diagnosa dini
a. Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering
memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam,
menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare,
dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu
yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria,
riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat
mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik
berupa:
a) Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
b) Anemia
c)
Pembesaran limpa
(splenomegali) atau hati (hepatomegali)
b. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan mikroskopis
b)
Tes Diagnostik
Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan
pemeriksaan lainnya.
3. Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan
penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat
diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit
yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur
hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan
ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah.
Saat ini ada tiga jenis
obat anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa
pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian penderita. Pengobatan
harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya gejala.
Pengobatan spesifik untuk
semua tipe malaria:
a. Pengobatan untuk
mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap
P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif terhadap
obat tersebut.
b. Untuk pengobatan
darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau
untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat
Quinine dihydrochloride.
c. Untuk infeksi malaria
P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan strain yang resisten
terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine.
d. Untuk pengobatan
infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya
(Indonesia) digunakan mefloquine.
e. Untuk mencegah adanya
infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P.
ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine tidak dianjurkan
pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk
(sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan
infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.
PENCEGAHAN TERTIER
1. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada malaria
pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum.
Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai
gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan
malaria berat:
a. Pemberian obat malaria yang efektif
sedini mungkin
b. Penanganan kegagalan
organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan
ventilator pada gagal napas.
c. Tindakan suportif
berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya
fungsi organ vital.
2. Rehabilitasi mental atau psikologis
Pemulihan kondisi
penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di
dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang
memerlukan pelayanan tingkat lanjut.
PROGNOSIS
Prognosa penderita malaria berat tergantung pada :
1. Kecepatan
/ ketepatan diagnosis dan pengobatan. Makin cepat dan tepat diagnosis dan
pengobatannya makin baik prognosisnya.
2. Kegagalan
fungsi organ. Semakin sedikit organ vital yang terganggu semakin baik
prognosisnya. Dari penelitian di Minahasa yang melibatkan 111 penderita malaria
berat, bila komplikasi hanya satu organ, mortalitasnya 10,5%, dengan 2 organ
terkena mortalitas 47,6% dan bila 3 organ terkena 88,9%.9
3.
Kepadatan Parasit. Semakin padat parasitnya semakin
buruk prognosisnya.
(WHO,
2010)
Mekanisme Komplikasi pada Malaria Berat
1.
Anemia
Pada dasarnya, mekanisme komplikasi pada malaria berat
terjadi akibat respon imun yang bekerja melawan parasit malaria.
Antigen-antigen parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat tertentu dari
sel-sel pertahanan tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan oleh
makrofag/monosit dan limfosit T. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah
TNF, IL-1 dan IL-6 sedangkan limfosit T menghasilkan TNF-α, IFN-γ, IL-4, IL-8,
IL-10 dan IL-12. Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi
dari malaria adalah TNF (tumor necrosis factor). TNF- α menginduksi
terjadinya perubahan pada netrofil yaitu pelepasan enzim lisosomal, ekspresi
reseptor permukaan seperti reseptor Fc dan integrin, adhesi dan migrasi
kemotaktik. Selanjutnya terjadi peningkatan daya adheren sel netrofil terhadap
berbagai substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit
meningkat. Selain itu TNF-α juga memacu pembentukan sitokin lain seperti Il-1,
IL-6, IL-12, IFN- γ dan meningkatkan sintesis ostaglandin. TNF- α juga meningkatkan
ekspresi molekul adhesi seperti ICAM1 dan CD36 pada sel-sel endotel kapiler
sehingga meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi parasit.
Peningkatan sitoadheren tersebut meningkatkan risiko malaria serebral. IFN- γ
berfungsi memacu pembentukan TNF-α dan juga meningkatkan daya bunuh netrofil.
Telah dijelaskan bahwa kadar TNF- α yang tinggi dapat meningkatkan sitoadheren
eritrosit yang terinfeksi parasit terhadap sel-sel endotel kapiler (Suparman,
2005).
Mekanisme yang mendasari terjadinya
peningkatan fragilitas osmotik di dalam sel darah merah, bergantung pada
inhibisi metabolisme (influks glukosa, aktivitas piruvat kinase, dan
konsentrasi ATP) dari sel tersebut. INF-γ, IL-1, dan TNF menahan eritropoiesis
invitro maupun invivo, dan ketiga sitokin ini bekerja secara sinergis atau
saling menguatkan kerja yang lain guna menekan eritropoiesis. Gangguan respon
Epo yang terlihat pada anemia mungkin sebagai hasil adanya efek supresi dari
IL-1 (a atau ß) atau TNF terhadap sel- sel yang memproduksi Epo. Sitokin ini
dapat menginhibisi produksi Epo pada kultur sel hepatoblastoma (Kar, 2005)
Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang
mengandung parasit sehingga akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan
adalah hemolitik normokrom. Pada infeksi P. falciparum dapat terjadi
anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit
maupun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik
meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada
eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit
menjadi lebih singkat dan anemi lebih cepat terjadi. Pada infeksi P. vivax
tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya retikulosit yang
diserang. Anemi berat pada infeksi P. vivax kronik menunjukkan adanya
penyebab immunopatologik. (Suparman, 2005).
Pada setiap infeksi malaria, tingkat anemia lebih besar
daripada yang dapat dikaitkan dengan destruksi sel oleh parasit secara
tersendiri. Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh
parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan
peningkatan fragilitas osmotik terjadi pada semua eritrosit, baik yang
terinfeksi maupun tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi dengan kuinin atau
primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glucose-6-fosfat dehidrogenase
herediter (Clyde, 2000).
Pigmen yang keluar ke dalam sirkulasi pada penghancuran sel
darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limpa, dimana folikelnya
menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan
dalam sumsum tulang, otak dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin
yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ (Clyde, 2000).
2.
Hipoglikemia
Hipoglikemi sering
terjadi pada anak‑anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam pengobatan
quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1)
Cadangan glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2)
Gangguan absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3)
Meningkatnya metabolisme glukosa di jaringan; 4) Pemakaian
glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu
glukoneogenesis; 6) Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine. Metabolisme anaerob glukosa akan
menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan memperburuk prognosis
malaria berat (Sudoyo, 2007).
3.
Asidosis
Asidosis (bikarbonat
<15meq) atau asidemia (PH <7.25), pada malaria menunjukkan prognosis
buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) Perfusi jaringan yang
buruk oleh karena hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2)
Produksi laktat oleh parasit; 3) Terbentuknya laktat
karena aktifitas sitokin terutama TNF‑α, pada fase respon akut; 4) Aliran
darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu bersihan laktat; 5)
Gangguan fungsi ginjal, sehingga terganggunya ekresi asam. Asidosis metabolik
dan gangguan metabolik: pernafasan kussmaul, peningkatan asam laktat, dan pH
darah menurun (<7,25) dan penurunan bikarbonat (< 15meq). Keadaan
asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan
lain seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia (Sudoyo, 2007).
4.
Hiperparasitemia
Adalah dijumpainya
skizon di dalam darah tepi > 5% (250.000/ul)
(Harijanto,
2000)
5.
Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi
prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya ±5‑10 % disebabkan oleh nekrosis
tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang disebabkan
penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular
akibat sekuestrasi, sitoadheren dan rosseting.
Apabila berat jenis (BJ) urin
<1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin yang pekat
dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L
menunjukkan dehidrasi
Secara klinis terjadi oligouria atau
poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya
GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Dialisis merupakan pengobatan yang
dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada hiperbilirubinemia, anuria dapat
berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah negative.
6.
Malaria Algid (Syok)
Terjadi gagal sirkulasi atau
syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis keringat dingin,
atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 ˚C, kulit tidak elastis, pucat. Pernapasan
dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur
dan nadi yang normal.
Syok umumnya terjadi karena
dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis. Pada kebanyakan kasus
didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena vasodilatasi.
Asidosis
Asidosis (bikarbonat
<15meq) atau asidemia (PH <7.25), pada malaria menunjukkan prognosis
buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) Perfusi jaringan yang buruk oleh karena
hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2) Produksi laktat oleh
parasit; 3) Terbentuknya laktat karena aktifitas sitokin terutama TNF‑α,
pada fase respon akut; 4) Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga
mengganggu bersihan laktat; 5) Gangguan fungsi ginjal, sehingga terganggunya
ekresi asam.
Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernafasan
kussmaul, peningkatan asam laktat, dan pH darah menurun (<7,25) dan
penurunan bikarbonat (< 15meq).
Keadaan
asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan
lain seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia.
Gangguan
perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang terjadi (<10%),.
Perdarahan lebih sering disebabkan oleh Diseminata Intravaskular Coagulasi
(DIC). Gambaran klinisnya perdarahan spontan seperti epistaksis, petekie,
purpura,hematoma, perdarahan gusi, saluran cerna dan / atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular.
(Dondorp, 2005)
8.
Kelainan hati
Ikterus sering
dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena sekuestrasi
dan sitoadherens yang menyebabkan mikrovaskular. Ikterik karena hemolitik
sering terjadi.
Proses patologik
Eritrosit
parasit (EP) infeksi plasmodium falsiparum
Adhesi dengan sel lain yaitu endotel
vascular, eritrosit
Sel sulit melewati kapiler dan
filtrasi limpa
Sitoadherens
dan sekuestrasi
Obstruksi
mikrovaskular
Sitoadherens
Adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel
vascular. Hanya terjadi pada kapiler dan venula post kapiler.
Penumpukan
EP di mikrovaskular
Gangguan
EP di mikrovaskular
Gangguan
aliran mikrovaskular
Anoksia
dan hipoksia jaringan
Sekuestrasi
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam
mikrovaskular organ vital.
Parasit
yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa, hepar, otot,
ginjal
Dilaporkan
tidak ada kasus malaria serebral yang tidak mengalami sekuestrasi
Pada penderita
malaria dengan komplikasi ikterik akan dijumpai hasil pemeriksaan lab serum
bilirubin > 3mg/dl.
9.
Haemoglobinuria (Black Water Fever)
Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum yang berulang- ulang pada
orang non imun atau dengan pengobatan yang tidak adekuat.
Bukan karena penggunaan obat antimalaria pada penderita defisiensi G6PD
yang biasanya karena pemberian primakuin.
Ditandai dengan urin yang berwarna kehitaman atau merah coklat
akibat hemolisis yang massif
Sekuestrasi
RBC
infected + uninfected pecah
Hemolisis
intravascular
Hemoglobinuria
10.
Gangguan kesadaran
Malaria dengan penurunan kesadaran
yang ditandai dengan GCS ≤ 15 namun masih dapat dirangsang (arousable).
Penatalaksanaan pasien tidak sadar:
a. Membuat
grafik suhu, nadi dan napas secara teratur
b. Pasang
jalur infuse dan diganti setiap 3 hari agar tidak terjadi tromboflebitis
c. Pasang
kateter
d. Pasang
NGT dan sedot isi lambung untuk mencegah aspirasi pneumonia
e. Pasang
pelindung mata karena reflek mengedip yang berkurang sehingga rawan menyebabkan
kerusakan pada kornea
f. Jaga
kebersihan mulut untuk mencegah infeksi glandula parotis
g. Ubah
posisi secara teratur untuk mencegah ulkus decubitus. (Depkes, 2008)
11.
Edema paru
Edema paru pada malaria berat sering
timbul pada fase lanjut. Edema paru terjadi karena:
a.
ARDS
ARDS terjadi karena peningkatan
permeabilitas kapiler paru yang ditandai dengan:
1)
Terjadi akut
2)
Gambaran bercak putih pada foto thoraks
3)
Tidak ada tanda gagal jantung kiri
4)
Napas cepat dan dalam
5)
Sputum berdarah dan berbusa
6)
Hipoksemia
Penatalaksanaan
ARDS:
1)
Berikan oksigen
2)
PEEP(Positive End Respiratory Pressure) jika
memungkinkan
3)
Segera dirujuk.
b.
Over hidrasi cairan
Over hidrasi cairan ditandai dengan
adanya tanda gagal jantung kiri, biasanya disebabkan karena gagal ginjal akut
disertai dengan pemberian cairan berlebih. Penatalaksanaan over hidrasi:
1)
Batasi cairan
2)
Furosemid 40 mg IV diulang 1 jam kemudian monitor urin
output dan vital sign
3)
Segera dirujuk
4)
Posisikan setengah duduk
5)
Dapat dilakukan venaseksi, tampung darah 250 – 500 ml
dengan kantong darah dan jika sudah normal darah dapat dikembalikan. (Depkes,
2008)
12.
Kejang berulang
Malaria
yang disertai kejang umum > 2x dalam 24 jam walaupun sudah dilakukan kompres
dingin, kejang ini disebabkan karena adanya gangguan pada otak. Penatalaksanaan
kejang umum:
a. Diazepam
0,2 mg/kgBB IV atau IM dapat diulang sampai kejang terkendali
b. Jika
secara parenteral tidak memungkinkan dapat diberikan per rectal dengan dosis
0,5 – 1 mg/kgBB. (Depkes, 2008)
(Depkes RI, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pencegahan Malaria. Available at: http://www.kesmas.tk/2010/11/pencegahan-malaria.html
on Sept 7, 2011.
Alimudiarnis. 2009. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan
Malaria Berat. Available at: http://internis.files.wordpress.com/2011/01/malaria-berat.pdf
on Sept 7, 2011.
Balentine,
Jerry
R. 2011. Emedicine Articles; Sepsis (Bacterial Infection). Diunduh di http://www.emedicinehealth.com/sepsis_blood_infection/article_em.htm
pada 7 oktober 2011.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Malaria. Diakses
dari http://www.pppl.depkes.go.id//
pada tanggal 4 Oktober 2011
Dondorp,
A.M., 2005. Pathophysiology, Clinical Presentation and Treatment of Cerebral
Malaria. Neurology Asia 10: 67-77
Garcia, Lynne S., David A Bruckner,
1996. Diagnosis Parasitologi Kedokteran. EGC; Jakarta
Hadi U. 2008. Current
Treatment Guideline of Malaria dalam Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Airlangga
Harijanto, P.N. 2000. Malaria : epidemiologi, patogenesis,
manifestasi klinis dan Penanganan. Jakarta : EGC
Lombardo, M. C. 2005. Gangguan Kejang. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV . Jakarta : EGC
WHO. 2010.
Guidelines for The Treatment of Malaria. Second Edition.
Zulkarnain,
I., Setiawan B., 2006. Malaria Berat. Dalam: Sudoyo, A. W (eds). Ilmu Penyakit
Dalam Vol III. Ed 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1745-1748
Tidak ada komentar:
Posting Komentar